Pengguna modul diharapkan akan mampu menyebutkan cara melakukan surveilans pada penyintas Kanker Payudara sesuai panduan klinis terkini.
Perawatan dan surveilans pasca terapi kanker payudara tidak hanya dapat dilakukan oleh dokter spesialis di fasilitas kesehatan rujukan, namun juga dapat dikerjakan oleh dokter di kesehatan tingkat pertama (FKTP), dengan tujuan memudahkan akses pasien ke pelayanan kesehatan.
Karenanya, tenaga kesehatan di FKTP maupun rumah sakit rujukan sebaiknya mengetahui hal apa saja yang harus dilakukan. Surveilans meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik payudara setiap 3 hingga 6 bulan pada 3 tahun pertama pascaterapi, setiap 6 hingga 12 bulan pada 2 tahun setelahnya, dan sekali setahun untuk tahun-tahun berikutnya.
A.
Pencitraan
Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik payudara, pencitraan berupa mammografi dilakukan setiap tahun pada kedua payudara
atau payudara yang tersisa (jika masktektomi). Panduan dari American Society
for Radiation Oncology tidak menyarankan follow-up mamografi lebih dari sekali setahun pada pasien yang diberikan
radioterapi dan breast-conserving surgery (BCS).
Magnetic resonance imaging (MRI) bukan pemeriksaan yang dilakukan setiap tahun dan hanya diperlukan pada
pasien dengan risiko
rekurensi tinggi, seperti memiliki riwayat keluarga dengan kanker payudara1
atau
pasien kanker payudara dengan densitas payudara padat sehingga mammografi
kurang membantu.2,3
Ringkasan berbagai rekomendasi yang dikeluarkan dapat dilihat pada tabel berikut: 4
Tabel 1. Rekomendasi surveilans
kanker payudara
Lembaga dan Modalitas Pencitraan |
Rekomendasi Surveilans Pencitraan Rutin |
American Cancer
Society and American Society of Clinical Oncology (ASCO), 2020 5 |
|
Mammografi + MRI |
Kombinasi mamografi dan MRI dilakukan setiap
tahun. Namun, ada beberapa kriteria dimana MRI saja lebih diutamakan, seperti
pasien usia muda yang jaringan payudaranya lebih padat dan risiko tinggi. Untuk populasi umum, mammografi saja cukup. |
USG |
Tidak disarankan |
National Comprehensive
Cancer Network (NCCN), 2021 6 |
|
Mamografi |
Setiap 12 bulan |
MRI |
Kegunaan MRI untuk follow-up pada pasien
yang sebelumnya telah didiagnosis kanker payudara belum sepenuhnya terbukti.
MRI dipertimbangkan pada pasien dengan lifetime risk >20%, seperti
pada pasien dengan riwayat keluarga kanker payudara. |
USG |
Tidak disarankan |
American College of Radiology (ACR), dalam NCCN 2021 6 Untuk stadium I setelah breast-conserving therapy |
|
Mamografi |
Inisiasi dan frekeunsi sesuai protokol institusi
setempat |
MRI payudara |
Sesuai asesmen resiko |
USG |
Sesuai asesmen resiko jika MRI payudara dikontraindikasikan |
Panduan European
Society for Medical Oncology (ESMO), 2020 7,8 |
|
Mamografi + USG |
Untuk pasien kanker stadium dini, dianjurkan follow-up
dengan kombinasi mammografi
(bilateral untuk pasien yang diterapi dengan terapi konservatif payudara
dan/atau kontralateral untuk pasien mastektomi) dan USG setiap tahun7
Terdapat panduan penyesuaian untuk pasien Asia.
Pasien asia disarankan follow-up dengan kombinasi mammografi (ipsilateral untuk pasien yang diterapi dengan
terapi konservatif payudara dan/atau kontralateral untuk pasien mastektomi) dan USG ditambah MRI bila diperlukan
setiap tahun. MRI diperlukan dalam keadaan mammografi tidak memberikan hasil
konklusif dan terdapat riwayat keluarga. Sementara itu, trial dari Korea
mengatakan bahwa MRI hanya diperlukan jika pasien terbukti memiliki mutasi
gen BRCA 1 atau BRCA 2.8 |
Panduan National
Institute for Health and Care Excellence (United Kingdom) pada tahun 2018 9 |
|
Mammografi |
Pasien disarankan melakukan mammografi sekali
setahun. Mammografi pada jaringan ipsilateral payudara yang terkena kanker
tidak direkomendasikan. |
MRI payudara |
Tidak direkomendasikan |
USG |
Tidak direkomendasikan |
Berdasarkan berbagai panduan di atas, disimpulkan bahwa mammografi yang dilakukan sekali setahun menjadi modalitas utama surveilans pasca-terapi kanker payudara.
B.
Biomarker dan Pencitraan Lain
Pemeriksaan biomarker (kanker marker di darah
seperti Ca 15-3, Ca 125, dll.) tidak disarankan sama sekali pada surveilans
kanker payudara. Penggunaannya terkadang masih sedikit bermanfaat untuk menilai
progresivitas penyakit dan manfaat terapi pada pasien stadium 4. Namun
pertimbangan atas manfaat dibandingkan biaya yang dikeluarkan serta kecemasan
pasien akibat pemeriksaan terlalu sering harus dipertimbangkan.
Pencitraan dengan positron emission tomography, computed tomography (PET-CT), Ronsen dada, USG abdomen, CT-scan dan radionuclide bone scans tidak disarankan jika pasien asimtomatik. Rekomendasi ini dikeluarkan oleh American Society of Clinical Oncology, National Comprehensive Cancer Network, American Cancer Society, American College of Radiology, European Society for Medical Oncology, dan National Institute for Health and Care Excellence 1,5-9 Saat ini masih banyak praktisi kesehatan yang terlalu sering menginstruksikan pasien memeriksa berbagai hal yang disebut di atas, yang tidak hanya menyebabkan pengeluaran tidak bermanfaat, namun juga kecemasan pasien yang berlebihan. Terdapat kemungkinan beberapa alasan hal itu dilakukan. Pertama, praktisi kesehatan tersebut tidak mengetahui kaidah yang benar; kedua, pemeriksaan di awal (saat penegakan diagnosis dan evaluasi metastasis sebelum pengobatan) yang dilakukan di bawah standar. Pergi ke Penegakan Diagnosis Kanker Payudara! sehingga merasa tidak yakin.
C. Surveilans Jangka Panjang Terhadap Sekuel Penyakit atau Terapi
Banyak pasien pascaterapi yang mengalami sekuel akibat penyakit maupun
terapi. Beberapa sekuel diantaranya :
Menopause prematur
Menopause prematur ditandai oleh perasaan hangat/panas pada tubuh bagian atas, terutama wajah, leher, dan dada (biasa disebut hot flashes).9 Keluhan ini muncul karena supresi ovarium baik akibat kemoterapi maupun terapi supresi fungsi ovarium (SFO), sehingga level estrogen tubuh menjadi rendah. Menopause juga seringkali menimbulkan keringat berlebihan dan dapat mengganggu tidur. Tatalaksana berupa non-farmakologi (pakaian tipis; hindari alkohol, kafein, dan makanan pedas; berhenti merokok; turunkan berat badan; berlatih untuk menenangkan diri, misal dengan praktisi Yoga)10 dan jika memang gejala sangat berat serta mengganggu, dipertimbangkan pemberian farmakologi antidepresan seperti misalnya paroxetine yang merupakan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI) dosis rendah; Terapi hormon tidak dilakukan karena dapat memberi efek samping bagi kanker payudara dan ginekologi lainnya.1,10.
Kekeringan pada vagina.
Kekeringan pada vagina memang sering terjadi pada pasien yang mendapatkan kemoterapi maupun SFO. Tatalaksana dapat berupa penggunaan lubrikan berbahan dasar air atau silikon (terutama ketika akan berhubungan seks) dan pelembap vagina. Hindari penggunaan sabun vagina dengan parfum.1,11.
Gangguan Jantung
Beberapa kemoterapi bersifat kardiotoksik, seperti anthracycline-type (doxorubicin) dan trastuzumab
(herceptin). Oleh karena itu, untuk melihat apakah terdapat gangguan jantung pascaterapi, dapat dilakukan ekokardiografi.1
Keluhan yang muncul dapat berupa nyeri dada dan kelelahan tanpa penyebab yang
jelas.12
Hingga saat ini, belum ada panduan skrining kardio-toksisitas pasca-terapi kanker payudara. Namun, ekokardiografi setidaknya dapat dilakukan pada 6 hingga 12 bulan setelah terapi kanker payudara pada pasien asimtomatik dengan resiko kardiotoksik tinggi (misal: diterapi dengan antrasilin dosis tinggi, trastuzumab, dan radiasi dada dosis tinggi).13
Gangguan kognitif
Gangguan Kongnitif setelah kemoterapi juga dapat ditemukan
(kurang lebih 39% pasien) dengan gejala berupa
penurunan psikomotor dan memori verbal. Untuk mengatasinya, dapat dilakukan
terapi rehabilitasi kognitif. 1
Penurunan Kepadatan Tulang
Kepadatan tulang sering kali menurun setelah
pemberian kemoterapi akibat fungsi ovarium untuk menghasilkan
estrogen terganggu, sehingga
pasien rentan terkena osteoporosis.7 Terapi hormonal seperti aromatase inhibitor (AI) juga menyebabkan efek
samping penurunan kepadatan tulang. Pencegahannya adalah melalui kecukupan zat-zat nutrisi yang mengandung
kalsium dan vitamin D.1,14 Terapi farmakologis seperti zoledronic acid, bifosfonat, dan denosumab direkomendasikan untuk mencegah penurunan kepadatan tulang pada pasien yang diterapi dengan AI. Zoledronic acid diberikan selama 3
hingga 5 tahun follow-up, sedangkan
denosumab belum jelas diberikan hingga berapa lama. Pemberian bifosfonat dapat
menurunkan resiko metastasis.1 Pada pasien yang menggunakan AI, disarankan menjalani pemeriksaan bone
densitometry setiap 1 hingga 2 tahun.7,15
Nyeri kronik
Nyeri kronik umum ditemukan pasca terapi kanker payudara. Salah satu yang paling sering adalah sindrom nyeri pasca mastektomi (post-mastectomy pain syndrome/PMPS) yang setidaknya dapat berlangsung hingga 3 bulan. Nyeri terutama dirasakan di dinding dada, bahu, aksila, dan lengan. Nyeri ini bersifat neuropatik dengan karakter seperti terbakar atau seperti disengat listrik. Terapi yang dianjurkan berupa non-farmakologi (menenangkan pikiran) dan farmakologi (asetaminofen, anti inflamasi non steroid). Duloxetine direkomendasikan untuk penanganan nyeri neuropatik, kebas, ataupun sensasi seperti disengat listrik.12 Perlu dicatat bahwa nyeri neuropatik bersifat resisten terhadap opioid sehingga tidak perlu diberikan opioid pada PMPS.
Terapi fisik dan okupasi dapat dikombinasikan dengan terapi farmakologi. Tujuan terapi ini adalah mempertahankan range of motions (ROM) dan kekuatan lengan ipsilateral pada payudara yang terkena kanker. Akan mendatangkan luaran yang lebih baik bila rujukan kepada dokter spesialis rehabilitasi medik dilakukan sesegera mungkin.16
D.
Skrining Rekurensi
Faktor risiko rekurensi antara lain riwayat keluarga dengan kanker payudara dan ovarium serta riwayat penyakit Hodgkin. Selain itu, dipikirkan pula skrining untuk kanker lain dengan kejadian cukup sering seperti serviks, kolon, paru, dan ovarium.1
Referensi :
1. Zoberi K, Tucker J. Primary care of
breast cancer survivors [Internet]. Aafp.org. 2019 [cited 1 June 2021].
Available from: https://www.aafp.org/afp/2019/0315/p370.html
2. Haas C, Nekhlyudov L, Lee J, Javid S,
Bush M, Johnson D et al. Surveillance for second breast cancer events in women
with a personal history of breast cancer using breast MRI: a systematic review
and meta-analysis. Breast Cancer Research and Treatment. 2020;181(2):255-68
3. Monticciolo D, Newell M, Moy L, Niell B,
Monsees B, Sickles E. Breast Cancer Screening in Women
at Higher-Than-Average Risk: Recommendations From the ACR. Journal of the
American College of Radiology. 2018;15(3):408-14.
4. Lam D, Houssami N, Lee J. Imaging
Surveillance After Primary Breast Cancer Treatment. American Journal of
Roentgenology [Internet]. 2017 [cited 1 June 2021];208(3):676-686. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5458742/
5. Mulder R, Hudson M,
Bhatia S, Landier W, Levitt G, Constine L et al. Updated Breast Cancer
Surveillance Recommendations for Female Survivors of Childhood, Adolescent, and
Young Adult Cancer From the International Guideline Harmonization Group.
Journal of Clinical Oncology. 2020;38(35):4194-207.
6. National Comprehensive Cancer Network
(NCCN). NCCN clinical practice guidelines in oncology: Breast Cancer. Version
3.2021. http://www.nccn.org, 2021.
7. F. Cardoso, S. Kyriakides, S. Ohno, F.
Penault-Llorca, P. Poortmans, I. T. Rubio, et al. Early Breast Cancer : ESMO Clinical Practice Guidelines for
diagnosis, treatment and follow-up [Internet]. Esmo.org. 2020 [cited 10 June
2021]. Available from: https://www.esmo.org/content/download/284512/5623447/1/
Clinical-Practice-Guidelines-Slideset-Early-Breast-Cancer.pdf
8. Park Y, Senkus-Konefka E, Im S,
Pentheroudakis G, Saji S, Gupta S et al. Pan-Asian adapted ESMO Clinical
Practice Guidelines for the management of patients with early breast cancer: a
KSMO-ESMO initiative endorsed by CSCO, ISMPO, JSMO, MOS, SSO and TOS. Annals of
Oncology [Internet]. 2020 [cited 11 June 2021];31(4):451-69. Available from: https://www.annalsofoncology.org/article/S0923-7534(20)35929-9/pdf
9. Improving Outcomes in Breast Cancer
[Internet]. Nice.org.uk. 2018 [cited 11 June 2021]. Available from: https://www.nice.org.uk/guidance/csg1/resources/improving-outcomes-in-breast-cancer-update-pdf-773371117
10. Hot Flashes: What Can I Do? [Internet].
National Institute on Aging. 2017 [cited 1 June 2021]. Available from: https://www.nia.nih.gov/health/hot-flashes-what-can-i-do
11. Vaginal dryness [Internet]. nhs.uk.
2018 [cited 1 June 2021]. Available from: https://www.nhs.uk/conditions/vaginal-dryness/
12. Runowicz CD, Leach CR,
Henry NL, et al. American Cancer Society/American Society of Clinical Oncology
Breast Cancer Survivorship Care Guideline. CA Cancer J Clin.
2016;66(1):43–73
13. Armenian SH,
Lacchetti C, Barac A, et al. Prevention and monitoring of cardiac dysfunction
in survivors of adult cancers: American Society of Clinical Oncology clinical
practice guideline. J Clin Oncol. 2017;35(8):893–911.
14. Bone Health After Cancer | OncoLink
[Internet]. Oncolink.org. 2019 [cited 1 June 2021]. Available from:
https://www.oncolink.org/support/side-effects/bone-health/bone-health-after-cancer
15. Stratton J, Hu X, Soulos P, Davidoff A,
Pusztai L, Gross C et al. Bone Density Screening in Postmenopausal Women With
Early-Stage Breast Cancer Treated With Aromatase Inhibitors. Journal of
Oncology Practice. 2017;13(5):e505-15.
16. Loh SY, Musa AN. Methods to improve rehabilitation of
patients following breast cancer surgery: a review of systematic reviews. 2015;7:81–98.
Uji pengetahuanmu dengan kuis MammaSIP