Cinque Terre

Pengguna modul diharapkan akan mampu menerapkan tahap penegakan diagnosis Kanker Payudara berdasarkan keilmuan terkini.

Penegakan Diagnosis Kanker Payudara

Ketika seorang pasien datang dengan keluhan pada payudara atau ditemukan kelainan payudara pada kegiatan skrining, maka seorang klinisi harus berupaya menegakkan diagnosis seakurat mungkin melalui langkah-langkah pemeriksaan yang tervalidasi menurut studi-studi sebelumnya dan aman bagi pasien. Prosedur-prosedur yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis pada kelainan payudara mencakup:

A. Anamnesis

Anamnesis berfokus pada eksplorasi keluhan dan faktor risiko1 (untuk  faktor risiko kanker payudara dapat dilihat dalam Ruang Sayangi Dirimu) .Meskipun keluhan nyeri ditemukan pada banyak kasus kanker payudara, nyeri bukan penanda pasti kanker payudara.

B. Pemeriksaan Fisis

Pemeriksaan fisis yang baik mengkonfirmasi temuan anamnesis. Fokus utama yang perlu diperhatikan antara lain:

  • Perubahan ukuran dan bentuk payudara
  • Perubahan pada kulit payudara
  • Kelainan pada puting (retraksi, ulserasi, keluar cairan, berdarah)
  • Deskripsi benjolan pada payudara dan ketiak

Baca dan tonton lebih lengkap pada video SADANIS di Ruang Dokter.

C. Pemeriksaan Penunjang

Temuan pemeriksaan klinis dikonfirmasi melalui pemeriksaan penunjang. Beragam modalitas penunjang dapat dimanfaatkan untuk diagnostik kanker payudara.

1. Mamografi untuk Diagnostik

Mamografi untuk diagnostik dianjurkan pada wanita  usia ≥ 30 tahun dengan gejala.2,3
Temuan pada mamografi mengikuti The Breast Imaging Reporting and Data System (BI-RADS), yaitu sistem skoring yang menggabungkan temuan radiologis ke dalam suatu simpulan.  Terdapat 6 level BI-RADS, antara lain:4

  • BI-RADS 0 : membutuhkan evaluasi modalitas pencitraan tambahan lain
  • BI-RADS 1   : temuan negatif à disarankan skrining rutin
  • BI-RADS 2   : temuan jinak à disarankan skrining rutin
  • BI-RADS 3  : kemungkinan jinak à lakukan mamografi diagnostik ulang pada 6 bulan berikutnya, kemudian setiap 6-12 bulan selama 1-2 tahun.
    Jika lesi tetap atau berkurang, disarankan skrining berkala. Jika lesi membesar atau berubah karakter menjadi ganas, disarankan biopsi.
  • BI-RADS 4 : curiga abnormal
  • BI-RADS 5 : sugestif tinggi ganas
    Pada BI-RADS 4-5 disarankan biopsi. Bila hasil histopatologi massa jinak disarankan mamografi setiap 6-12 bulan selama 1-2 tahun.4
  • BI-RADS 6     : terbukti ganas dari data biopsi.

2. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi dapat membedakan apakah benjolan di payudara merupakan massa padat atau massa berisi cairan (kistik). Namun, USG kurang dapat menilai mikrokalsifikasi4 dan spesifisitasnya hanya 34%. Karenanya USG bukanlah modalitas utama skrining.

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan MRI memiliki sensitivitas yang tinggi (86-100%) jika dikombinasi dengan mamografi dan pemeriksaan klinis dalam mendeteksi keganasan payudara. Sayangnya, ketersediaan MRI terbatas, harganya mahal, dan membutuhkan keahlian tersendiri untuk menginterpretasi.5

Selain itu MRI kurang spesifik sehingga hanya dianjurkan pada kasus di mana temuan klinis, mamografi, dan USG, menghasilkan kesimpulan yang indefinitif, dimana MRI dapat menjadi solusi.4,5 Panduan ESMO menyarankan penggunaan MRI pada kondisi:6

  • Kanker payudara familial terkait mutasi gen BRCA.
  • Kanker lobular
  • Payudara padat
  • Kecurigaan terhadap multifokalitas/multisentrisitas (terutama pada kanker lobular)
  • Perbedaan yang besar antara hasil pemeriksaan klinis dan pencitraan konvensional
  • Sebelum terapi neoadjuvan sistemik dan untuk mengevaluasi respon terhadap terapi, dan
  • Ketika hasil pencitraan konvensional inkonklusif (seperti kelenjar getah bening aksila positif namun tumor payudara primer tidak terlihat)
    Dapat dipertimbangkan pula pada kasus implan payudara.

4. Biopsi

Pemeriksaan histopatologi melalui biopsi merupakan baku emas diagnosis kanker payudara sehingga biopsi diindikasikan pada pasien dengan massa curiga ganas. Biopsi juga dilanjurkan pada pasien dengan klinis yang mengarah pada kecurigaan kanker payudara tetapi hasil pencitraannya kurang konklusif (massa indeterminate).4

Ragam metode biopsi:

  • Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) atau Fine-needle aspiration biopsy (FNAB). Kelemahan FNAB:

· Memiliki akurasi yang rendah sehingga lebih jarang digunakan.

· Untuk diagnosis pasti dengan FNAB, harus terdapat sinkronus tripel diagnostik (pemeriksaan fisis, pencitraan dan FNAB semuanya mengarah pada keganasan).

· Jika FNAB menghasilkan diagnosis keganasan, tidak dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan imunohistokimia untuk mendapatkan data sifat biologi kanker. Padahal era pengobatan kanker payudara masa kini, selain ditentukan oleh stadium, juga ditentukan oleh sifat biologinya.

  • Biopsi inti (Core Biopsy) dengan panduan USG
    Core biopsy dimulai pada tahun 90-an dan mulanya hanya digunakan untuk lesi yang tidak terlihat (silent lesion). Namun, perannya mulai menggantikan FNAB selama beberapa tahun belakangan. Bukan hanya karena akurasinya dalam mendeteksi lesi jinak, keunggulan core biopsy juga dapat membedakan lesi in-situ dengan lesi invasif.7
    Dengan berkembangnya core biopsy dipandu USG, akurasi prosedur ini meningkat hingga 97-99% dan hanya 0-4,4% hasil negatif palsu. Core biopsy dipandu USG merupakan pilihan terbaik untuk semua lesi BI-RADS 4, BI-RADS 5 dan sebagian BI-RADS 3 dibandingkan metode lainnya.8
    Sebuah meta-analisis yang melibatkan > 20 publikasi menyimpulkan bahwa sensitivitas core biopsy dipandu USG berkisar 85-100% dan spesifisitas 86-100%. Adapun sensitivitas dan spesifisitas untuk FNAB berkisar 35-95% dan 48-100%. Berdasarkan data ini, jelas bahwa core biopsy adalah pilihan yang terbaik.9
    Sejatinya, berbagai studi-studi sebelumnya juga telah menunjukkan superioritas core biopsy. Hukkinen dkk10 menunjukkan bahwa akurasi core biopsy untuk mendeteksi lesi ganas payudara mencapai 96% (dibandingkan FNAB yang hanya 67%, p 0,001).10
    Di Indonesia sendiri, telah dilaksanakan studi yang melibatkan 163 pasien (86 tumor ganas dan 77 tumor jinak) di rumah sakit MMC. Studi tersebut menunjukkan bahwa core biopsy dengan panduan USG memilliki sensitivitas dan spesifisitas 100%.11
    Core biopsy dengan panduan USG merupakan prosedur yang memakan waktu lebih singkat, hemat biaya, pajanan pasien ke lingkungan (termasuk pada masa pandemi virus COVID-19) minimal dibandingkan dengan biopsi operasi terbuka, serta pada pasien dengan konsumsi obat pengencar darah maupun wanita hamil dapat segera dilakukan tanpa persiapan khusus.

    Untuk lebih memahami bagaimana prosedur core biopsy dipandu USG yang tepat,  video Core Biopsy di Ruang Dokter ini juga memberikan panduan yang lengkap.
  • Biopsi operasi terbuka (eksisi/insisi)
    Biopsi ini merupakan prosedur konvensional, yang walaupun tingkat kesalahan diagnostiknya rendah, tetapi prosedur ini memiliki risiko komplikasi, seperti perdarahan dan infeksi yang lebih tinggi, biaya juga lebih tinggi, serta jika dilakukan pada orang dengan konsumsi pengencar darah dan hamil perlu persiapan khusus.
    Berdasarkan data perbandingan di atas, maka di konsensus internasional untuk saat ini menyepakati bahwa biopsi jarum inti (core biopsy) dengan panduan USG lebih disarankan untuk meminimalisir komplikasi dan mendapatkan hasil akurat.

D. Alur Penegakkan Diagnosis

Keterangan

*: Jika tidak terdapat mamografi, maka setidaknya lakukan USG. Sangat tidak bijaksana untuk langsung melakukan operasi karena berisiko melakukan tindakan tidak tepat yang dapat berdampak pada penyebaran kanker dan dilakukannya operasi berulang kali. 

 

Keterangan :

*  Sangat tidak bijaksana untuk langsung melakukan operasi karena berisiko melakukan tindakan tidak tepat yang dapat berdampak pada penyebaran kanker dan dilakukannya operasi berulang kali.

Jika hasil core biopsy merupakan keganasan payudara, maka perlu dilakukan evaluasi metastasis yang bermanfaat dalam hal penegakan stadium klinis dan pembuatan desain terapi yang tepat bagi pasien. Selain itu, jaringan yang diambil pada tindakan core biopsy sebaiknya dilakukan pemeriksaan imunohistokimia (IHK) untuk mengetahui sifat kanker demi menentukan pengobatan yang tepat.

E. Evaluasi Metastasis Sebelum Pengobatan

  1. Menurut European Society for Medical Oncology (ESMO):7
    Pada kanker payudara stadium awal, pemeriksaan rutin ditujukan untuk mendeteksi penyakit lokoregional. Metastasis jauh yang asimtomatik jarang ditemukan, dan sebagian besar pasien tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium komprehensif, termasuk tidak memerlukan marker tumor dan stadium radiologis. Pemeriksaan darah minimum yang meliputi pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan fungsi ginjal dan hepar, alkalin fosfatase dan kadar kalsium sebaiknya dilakukan sebelum pembedahan dan terapi neoadjuvan sistemik.
    Pertimbangkan pemeriksaan computed tomography (CT) scan toraks dan abdomen serta bone scan pada pasien dengan:    
    - Kelenjar getah bening aksila positif
    - Tumor berukuran besar (>5 cm)
    - Sifat biologi yang agresif, dan
    - Terdapat gejala, hasil pemeriksaan fisis dan pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan keberadaan metastasis
  2. Menurut National Comprehensive Cancer Network (NCCN):4

i. Workup metastasis untuk cT1 (klinis ukuran tumor <2 cm); cN0 (klinis tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional sisi ipsilateral) dan tidak terdapat kecurigaan metastasis jauh :

Shape

Description automatically generated with medium confidence

ii. Workup metastasis untuk c> T2 (klinis ukuran tumor >2 cm atau terdapat infiltrasi tumor ke kulit dan/atau dinding dada); atau cN+ cN0  (klinis  ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional sisi ipsilateral) dan tidak terdapat kecurigaan metastasis jauh dan memenuhi kriteria untuk diberikan terapi sistemik neoadjuvant.


iii. Kriteria Pemberian Terapi Sistemik Neoadjuvant:4

Manfaat yang diketahui:

  • Mempermudah konservasi payudara
  • Bisa membuat tumor yang tidak dapat dioperasi, menjadi dapat dioperasi
  • Respons terhadap terapi memberikan informasi prognostic penting pada tingkat individual, khususnya pada pasien kanker payudara dengan TNBC atau HER2 positif
  • Mengidentifikasi pasien dengan kanker residual yang berisiko lebih tinggi terhadap relaps untuk mendapat regimen adjuvant tambahan, khususnya pada pasien kanker payudara dengan TNBC atau HER2 positif
  • Memberikan waktu untuk tes genetic
  • Memberikan waktu untuk merencanakan rekonstruksi payudara pada pasien yang memilih mastektomi
  • Memungkinkan waktu untuk mengambil keputusan operasi definitif

Peluang:

  • Memungkinkan biopsy kelenjar getah bening sentinel jika cN+ inisial menjadi cN0 setelah terapi neoadjuvant
  • Memberikan kesempatan untuk mengubah terapi sistemik jika tidak ada respons terhadap terapi beoadjuvant atau terjadi progresivitas penyakit
  • Memungkinkan medan radiasi yang lebih terbatas pada pasien dengan cN+ yang menjadi cN0/pN0 setelah terapi neoadjuvant
  • Ranah penelitian yang luar biasa untuk menguji terapi baru dan biomarka prediktif

Hati-hati:

  • Dapat terjadi terapi berlebihan apabila stadium klinis dinilai lebih tinggi
  • Dapat terjadi kekurangan terapi lokoregional dengan radioterapi apabila stadium klinis dinilai lebih rendah
  • Dapat terjadi progresivitas penyakit selama terapi sistemik neoadjuvant.

Kandidat untuk terapi neoadjuvant sistemik:
Pasien dengan kanker payudara yang tidak dapat dioperasi, yaitu:

  • Kanker payudara inflamatif
  • KGB aksila cN2 yang besar atau berkelompok
  • Pasien dengan KGB cN3
  • Tumor cT4

Pada pasien kanker payudara yang dapat dioperasi, namun terapi neoadjuvant sistemik lebih dianjurkan, yaitu pada kondisi:  

  • Pasien dengan HER-2 positif dan TNBC, jika cT ≥2 atau cN ≥1
  • Pasien yang menginginkan rekonstruksi payudara dengan tumor primer yang berukuran relative besar terhadap ukuran payudara
  • Kanker cN+ dapat berubah menjadi cN0 pada pasien dengan terapi neoadjuvant sistemik
  • Pasien dengan operasi definitif yang dapat tertundah

 Bukan kandidat untuk terapi neoadjuvant sistemik:

  • Pasien dengan kanker in situ dan keberadaan kanker invasif tidak jelas
  • Pasien dengan batas tumor tidak jelas
  • Pasien dengan tumor yang tidak dapat dipalpasi atau dinilai secara klinis

Secara ringkas, hal-hal yang harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis kanker payudara yang baru ditemukan adalah sebagai berikut:7

Pemeriksaan status kesehatan umum

·         Anamnesis riwayat penyakit

·         Status menopause

·         Pemeriksaan fisis

·         Pemeriksaan darah lengkap

·         Pemeriksaan fungsi hepar, ginjal dan jantung (pada pasien yang direncanakan menjalani terapi antrasiklin dan/atau trastuzumab)

·         Pemeriksaan alkalin fosfatase dan kalsium.

Pemeriksaan tumor primer

·         Pemeriksaan fisis

·         Mammografi

·         Ultrasonografi payudara

·         MRI payudara pada kasus tertentu.

Pemeriksaan kelenjar getah bening (KGB)

·         Pemeriksaan fisis

·         Ultrasonografi

·         Biopsi dipandu ultrasonografi apabila terdapat kecurigaan pada KGB

Pemeriksaan metastasis

·         Pemeriksaan fisis

·         Pemeriksaan lain tidak rutin direkomendasikan, kecuali pada tumor berukuran lebih dari 2 cm atau terdapat pembesaran KGB aksila pada pemeriksaan klinis, tumor dengan sifat biologi yang agresif (subtipe Her2 atau triple negatif), atau etika terdapat gejala yang mengarah pada metastasis.

  

Referensi :

1. Moyer V. Risk Assessment, Genetic Counseling, and Genetic Testing for BRCA-Related Cancer in Women: U.S. Preventive Services Task Force Recommendation Statement. Annals of Internal Medicine. 2014;160(4):271-81.

2. Smith R, Saslow D, Andrews Sawyer K, Burke W, Costanza M, Evans W et al. American Cancer Society Guidelines for Breast Cancer Screening: Update 2003. CA: A Cancer Journal for Clinicians. 2003;53(3):141-69.

3. Oeffinger K, Fontham E, Etzioni R, Herzig A, Michaelson J, Shih Y et al. Breast Cancer Screening for Women at Average Risk. JAMA. 2015;314(15):1599.

4. Bevers T, Helvie M, Bonaccio E, Calhoun K, Daly M, Farrar W et al. Breast Cancer Screening and Diagnosis, Version 3.2018, NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology. Journal of the National Comprehensive Cancer Network. 2018;16(11):1362-1389.

5. Wang L. Early Diagnosis of Breast Cancer. Sensors. 2017;17(7):1572.

6. Cardoso F, Kyriakides S, Ohno S, Penault-Llorca F, Poortmans P, Rubio I et al. Early breast cancer: ESMO Clinical Practice Guidelines for diagnosis, treatment and follow-up. Annals of Oncology. 2019;30(8):1194-1220.

7. Łukasiewicz E, Ziemiecka A, Jakubowski W, Vojinovic J, Bogucevska M, Dobruch-Sobczak K. Fine-needle versus core-needle biopsy – which one to choose in preoperative assessment of focal lesions in the breasts? Literature review. Journal of Ultrasonography [Internet]. 2017 [cited 15 April 2021];17(71):267-74. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5769667/

8. Triantafillidou E. Enhancing the Critical Role of Core Needle Biopsy in Breast Cancer. Hellenic Journal of Surgery. 2020;92(2):76-84.

9. Willems S, van Deurzen C, van Diest P. Diagnosis of breast lesions: fine-needle aspiration cytology or core needle biopsy? A review. Journal of Clinical Pathology [Internet]. 2012 [cited 15 April 2021];65(4):287-292. Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/22039282/

10. Hukkinen K, Kivisaari L, Heikkilä P, Von Smitten K, Leidenius M. Unsuccessful preoperative biopsies, fine needle aspiration cytology or core needle biopsy, lead to increased costs in the diagnostic workup in breast cancer. Acta Oncologica. 2008;47(6):1037-45.

11. Sobri FB, Bachtiar A, Panigoro SS, Cresti J, Yuswar PW, Krisnuhoni E, et al. The must change strategy of breast cancer diagnosis in Indonesia during COVID-19 pandemic era: moving to ultrasound-guided percutaneous core needle biopsy. (perlu dilengkapi nama jurnal kl sdh published) 

12. Bevers T, Helvie M, Bonaccio E, Calhoun K, Daly M, Farrar W et al. Breast Cancer, Version 4.2021, NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology. Journal of the National Comprehensive Cancer Network. 2021.

13. Salzman B, Collins E, Hersh L. Common Breast Problems. Am Fam Physician. 2019; 99(8):505-514.

Silahkan kerjakan kuis ini untuk menguji pemahaman Anda.

Uji pengetahuanmu dengan kuis MammaSIP

logo mammasip

Ketahui kondisi tubuh serta pakai Ruang untuk jurnal pribadimu

Unduh Gratis MammaSIP Sekarang!

google play app store
MammaSIP © Copyright 2022