Cinque Terre

Pengguna modul diharapkan akan mampu menjelaskan indikasi dan metode-metode skrining payudara serta mampu melaksanakan SADANIS terhadap masyarakat secara efektif.

Unduh Formulir Panduan Pemeriksaan Payudara Klinis (SADANIS)

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)

Skrining Kanker Payudara

 I. Definisi

Skrining umumnya dilakukan pada penyakit-penyakit yang memiliki  insiden tinggi, dengan tujuan jika penyakit-penyakit tersebut ditemukan pada tahap awal, penanganannya akan lebih mudah dan biaya yang dibutuhkan menjadi lebih rendah. Skrining kanker payudara merupakan upaya untuk mendeteksi keberadaan kanker payudara sebelum munculnya tanda atau gejala.

II. Jenis-jenis Modalitas Skrining

  1. Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI)
    Pemeriksaan ini dapat dilakukan secara mandiri oleh setiap wanita setelah dilakukan edukasi yang adekuat oleh tenaga kesehatan.4 Walaupun angka sensitivitasnya rendah5, hal ini tetap perlu dilakukan sebagai cara termudah yang dapat dikerjakan semua wanita di mana pun mereka berada. Untuk dapat mengajarkan SADARI pada masyarakat, simak video SADARI. Video SADARI dapat dilihat di ruang Sayangi Dirimu - Skrining dan Pemeriksaan Payudara.
  2. Pemeriksaan payudara klinis (SADANIS)
    Pemeriksaan payudara klinis di negara berkembang dengan fasilitas terbatas, memiliki peran besar dalam hal skrining kanker payudara. Oleh karena itu, semua tenaga kesehatan terutama di fasilitas kesehatan tingkat pertama sebaiknya memiliki kemampuan SADANIS yang baik.6,7 Pemeriksaan payudara terdiri dari inspeksi dan palpasi yang dilakukan dalam dua posisi (duduk dan berbaring).4
    Untuk melihat cara mengerjakan SADANIS dengan baik dan benar dapat dilihat pada video SADANIS. Video SADARI dapat dilihat di ruang Sayangi Dirimu - Skrining dan Pemeriksaan Payudara.
  3. Pencitraan
    Modalitas pencitraan yang dapat digunakan dalam skrining kanker payudara antara lain mammografi, ultrasonografi (USG), dan magnetic resonance imaging (MRI) dengan/tanpa kontras.
    Mammografi menggunakan prinsip visualisasi jaringan payudara menggunakan sinar X dosis rendah. Mammografi merupakan modalitas skrining yang bagi negara maju dianggap relatif murah dan paling banyak digunakan. Mammografi sebagai skrining berkala di negara maju dianjurkan dilakukan setiap tahun pada wanita usia ≥ 40 tahun.4 Namun penurunan angka kematian terbesar terlihat jika skrining mammografi dilakukan pada wanita kelompok usia 50-69 tahun.8. Hingga saat ini, randomized clinical trials masih menyatakan bahwa mammografi adalah cara skrining kanker payudara yang dapat menurunkan angka kematian pada populasi.9 Wanita usia < 40 tahun tidak dianjurkan skrining rutin dengan mammografi karena struktur anatomi jaringan glandular payudara yang masih padat. Meski demikian, jika dokter menganggap perlu dan beralasan, mammografi dapat dilakukan setiap dua sampai tiga tahun bagi wanita usia 20-30an yang memiliki faktor risiko tinggi.3,10-12.
    Secara umum, rekomendasi mammografi dibagi menjadi dua, yaitu pada populasi umum dan pada populasi dengan risiko kanker payudara tinggi pada keluarga (dengan atau tanpa mutasi BRCA). Pada populasi umum, mammografi direkomendasikan pada usia 50-69 tahun setiap satu atau dua tahun sekali. Mammografi juga dapat dilakukan pada wanita berusia 40-49 tahun dan 70-74 tahun, meski belum ada bukti yang kuat terhadap manfaatnya. Pada populasi dengan risiko tinggi, direkomendasikan pemeriksaan MRI dan mammografi setiap tahun baik bersamaan atau bergantian.8 Pelaporan mammografi mengikuti kaidah Breast Imaging Reporting and Database System (BI-RADS) seperti terlihat pada tabel 1 berikut:

Tabel 1. Pelaporan mamografi sesuai kaidah BI-RADS.13 

Kategori

Penilaian

Follow-up

0

Membutuhkan evaluasi pencitraan tambahan; diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengumpulkan informasi.

Diperlukan pemeriksaan pencitraan tambahan sebelum dapat dikategorikan

1

Negatif; tidak ada abnormalitas yang dapat terlihat secara signifikan untuk dilaporkan

Lanjutkan skrining mammografi tahunan (untuk wanita >40 tahun)

2

Temuan jinak (non-kanker): didapatkan temuan seperti kalsifikasi jinak atau fibroadenoma, yang bukan merupakan keganasan

Lanjutkan skrining mammografi tahunan (untuk wanita >40 tahun)

3

Kemungkinan jinak: didapatkan temuan yang kemungkinan besar jinak namun harus diikuti dalam periode waktu yang dekat jika terdapat perubahan pada area lesi.

Follow-up mammografi setiap 6 bulan

4

Abnormalitas mencurigakan: didapatkan temuan mencurigakan yang dapat mengarah ke keganasan.

Mungkin memerlukan biopsi

5

Sangat sugestif terhadap keganasan (kanker): didapatkan temuan yang terlihat dan kemungkinan suatu kanker.

Memerlukan biopsi

6

Terbukti keganasan (kanker) dari hasil biopsi apapun temuannya pada mammografi

Hasil biopsi telah terkonfirmasi kanker sebelum pengobatan dimulai

 

 

Gambar 1. Pasien dengan temuan massa pada mammografi pada skrining dan memerlukan evaluasi pencitraan lanjutan (BI-RADS 0).


Hasil USG menunjukkan adanya inflamasi kelenjar getah bening, penilaian terakhir BI-RADS 2.14

 

Gambar 2. Temuan normal; payudara simetris dan tidak didapatkan massa (BI-RADS 1).14


 

Gambar 3. Kategori BI-RADS 2. Contoh temuan massa pada mamografi yang pada USG terbukti sebuah kista14 (mammografi dapat dengan cukup sensitif membedakan suatu massa curiga ganas atau jinak, namun tidak dapat membedakan suatu massa yang jinak merupakan lesi solid atau kistik. Membedakan solid dengan kistik memerlukan modalitas USG).


 

Gambar 4a. Massa dengan batas tegas dan kalsifikasi.

Dikategorikan pada BI-RADS 3 dan dilanjutkan dengan pemeriksaan follow-up.14

 

Gambar 4b. Massa pada gambar 4a, selama follow-up pada bulan 6, 12, dan 24, apabila tidak menunjukkan adanya perubahan yang mengarah keganasan, maka penilaian akhir yaitu BI-RADS 2.14

 

Gambar 4c. Setelah 1 tahun follow-up, didapatkan mikrokalsifikasi berkelompok sejumlah >5; temuan ini mengubah kategori menjadi BI-RADS 4.14

 

Gambar 5. Gambaran BI-RADS 4; hasil biopsi dapat menunjukkan Ductal Carcinoma In Situ (DCIS) atau adenosis sklerosis yang keduanya sesuai dengan temuan mamografi.14

 

Gambar 6. Temuan pada massa berupa bentuk ireguler, batas dengan spikula, densitas tinggi, dengan gambaran USG sesuai. Kategori BI-RADS 5.14

 

Gambar 7. Gambaran keganasan (atas: mammografi, bawah: USG) yang telah terbukti melalui biopsi (BI-RADS 6).14

  1. Pemeriksaan USG merupakan modalitas yang digunakan pada wanita usia muda dengan jaringan glandular padat, terutama pada pasien dengan temuan curiga benjolan payudara pada SADANIS. Namun perlu diketahui USG sendiri tidak termasuk alat skrining karena sensitivitas maupun spesivitasnya rendah.16,17
    Pada wanita usia muda (<40 tahun), USG dapat dimanfaatkan sebagai skrining karena mammografi belum efektif pada payudara dengan densitas padat. Jika terdapat pasien yang telah menjalani mammografi dan didapatkan lesi curiga jinak, USG dapat membedakan lesi tersebut bersifat padat atau kistik.16,17

 

Gambar 8. Hasil USG yang menunjukkan massa berbentuk bulat yang merupakan sebuah kista sederhana15

 

Gambar 9. Gambaran kista sederhana yang tidak spesifik dengan batas tidak tegas dan angular.15

 

Gambar 10. Hasil USG yang menunjukkan massa berbentuk ireguler, angular, berspikula. Hasil akhir biopsi menunjukkan keganasan15

2. Pemeriksaan MRI bukan modalitas yang rutin digunakan. Alat ini memang sangat sensitif tetapi tidak spesifik. Oleh karena itu, pencitraan dengan MRI baru dilakukan jika terdapat perbedaan makna antara pemeriksaan-pemeriksaan sebelumnya.18

Indikasi lain skrining dengan MRI adalah pada wanita muda yang memerlukan skrining karena memiliki risiko tinggi.18 Untuk mengetahui faktor risiko kanker payudara klik di sini. (link ke Faktor Risiko Kanker Payudara di Ruang Umum) Indikasi lainnya adalah pada wanita yang menggunakan implan silikon sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan skrining dengan mammografi.4,19

4. Identifikasi mutasi gen

Identifikasi gen yang mengalami mutasi, seperti gen BRCA1 dan BRCA2, merupakan skrining kanker payudara herediter yang tidak rutin dilakukan.20

Mereka yang dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ini adalah yang memiliki keluarga lingkar pertama (ibu kandung, anak kandung, saudara kandung) dengan riwayat kanker payudara dan/atau ovarium sebanyak 1 orang jika terdiagnosis saat berusia <50 tahun atau minimal 2 orang jika terdiagnosis saat berusia >50 tahun.20,21

III. Skrining Payudara yang Ideal

Secara ideal, mammografi adalah modalitas terpilih untuk skrining payudara. Panduan menyarankan mamografi dilakukan setiap 2 tahun sekali untuk skrining pada wanita usia 50-74 tahun. Namun, beberapa negara mulai merekomendasikan skrining sejak usia 40 tahun.4

Alasan mengapa mammografi merupakan modalitas baku emas pada skrining kanker payudara adalah karena pemeriksaan ini tidak invasif, relatif murah, dan sensitivitas serta spesifitasnya tinggi (meningkat seiring pertambahan usia), dan yang utama adalah mampu mencegah mortalitas.22 Sebuah studi di Inggris pada tahun 2007 yang melibatkan 1000 wanita dengan skrining setiap 2 tahun selama 20 tahun follow-up menunjukkan bahwa sebanyak 67% pasien dicegah mortalitasnya dengan modalitas ini.22 Selain itu, mammografi digunakan sebagai modalitas utama juga karena efektif, yakni memiliki rerata deteksi tinggi, aman, dan tersedia luas.23 Pada beberapa kelompok orang, terdapat kekhawatiran terhadap radiasi mammografi. Perlu diketahui bahwa mammografi hanya memberikan radiasi dalam jumlah kecil. Satu kali pemeriksaan hanya memaparkan 0,7 milisieverts (mSv) sehingga empat kali pemeriksaan kira-kira sama dengan paparan radiasi alam bebas selama 24 minggu.24 Jadi, dosis radiasi yang digunakan sangatlah kecil.

Bagaimana Skrining Payudara di Negara Berkembang?

Negara berkembang memiliki keterbatasan sumber daya kesehatan. Biasanya, penyakit infeksi merupakan masalah kesehatan utama masyarakat di negara berkembang. Selain itu, kebanyakan penduduk juga memiliki penghasilan yang rendah. Oleh karena itu, kebijakan lembaga kesehatannya tentu berbeda dengan negara maju.25 Baik SADARI dan SADANIS dapat menjadi metode skrining pilihan untuk negara berkembang.25 Berbeda dengan SADANIS, SADARI lebih ditujukan untuk meningkatkan kewaspadaan pasien akan adanya abnormalitas pada payudaranya sehingga pasien dapat segera berobat dan mendapatkan diagnosis. Mammografi sebagai modalitas ideal (baku emas) tidak terlalu dapat diterapkan di negara berkembang karena memerlukan biaya yang tidak sedikit dan tidak semua fasilitas kesehatan menyediakan alat ini.26

Kanker payudara umumnya terjadi pada pasien berusia tua. Namun, di negara berkembang, prevalensi kanker payudara pada usia yang lebih muda ditemukan cukup tinggi. Mammografi, seperti pada kebanyakan panduan, dianjurkan mulai digunakan untuk wanita dengan usia di atas 40 tahun, sehingga tidak sesuai dengan kondisi negara berkembang bagi kelompok usia yang awal terkena kanker payudaranya lebih rendah dari 40 tahun.26 Meski demikian, prevalensi usia kanker payudara secara pasti merupakan tanggung jawab lembaga kesehatan setiap negara dan sayangnya di Indonesia data tersebut masih terbatas. Untuk itu, rekomendasi penggunaan mammografi sebagai modalitas utama dalam skrining kanker payudara di negara berkembang seperti Indonesia perlu dipertimbangkan kembali.26

Studi di Brazil25 dan India27 menunjukkan bahwa SADANIS dapat digunakan sebagai modalitas skrining di negara berkembang. Dengan karakteristik Brazil dan India yang hampir sama dengan Indonesia (berpenghasilan rendah menengah, fasilitas kesehatan tidak merata, dan tingkat kemiskinan tinggi) membuat SADANIS rutin menjadi rekomendasi utama untuk diterapkan sebagai skrining di Indonesia dengan keterbatasan fasilitas mamografi yang ada.  Meskipun sensitivitas SADANIS lebih rendah (40-69% untuk SADANIS vs 77-95% untuk mamografi), SADANIS tetap memberi keuntungan bagi sistem kesehatan negara berpenghasilan rendah dan berkembang. Hal ini dikarenakan SADANIS rutin tidak membutuhkan banyak biaya. Sementara, program skrining nasional berbasis mammografi akan membutuhkan biaya yang besar.28 Menurut Brazilian Society of Mastology, SADARI maupun SADANIS tetap direkomendasikan untuk dilakukan bersamaan dengan mammografi skrining (jika terdapat fasilitas).25

Dua percobaan klinis di Mesir menunjukkan bahwa SADANIS efektif dan efisien dalam mendeteksi penyakit stadium dini, baik pada area perkotaan maupun pedesaan. Di Malaysia, perawat yang terlatih untuk melakukan SADANIS meningkatkan laju diagnosis kanker stadium dini secara signifikan (77% vs 37% diagnosis stadium lanjut). 29  Studi potong lintang di Nepal yang membandingkan SADANIS oleh kader kesehatan dibandingkan SADANIS oleh dokter, melaporkan sensitivitas 70% dan spesifisitas 95% untuk deteksi benjolan payudara. Hasil yang sama juga dilaporkan di negara seperti Malawi, Tanzania, dan Sudan.29

Studi oleh Mittra dkk27 di Mumbai, India, menunjukkan bahwa SADANIS setiap 2 tahun oleh dokter di layanan primer meningkatkan jumlah deteksi dan diagnosis kanker payudara stadium dini. Studi ini dilakukan dengan desain randomized clinical trials (RCT) yang melibatkan 151.538 pasien wanita berusia 35-64 tahun tanpa riwayat kanker payudara dan dilakukan selama 20 tahun. Selain itu, studi ini juga menunjukkan bahwa SADANIS dapat mengurangi mortalitas secara signifikan sebanyak 30% pada pasien wanita berusia ≥ 50 tahun. Dengan demikian SADANIS sangat direkomendasikan sebagai modalitas skrining, terutama pada negara berkembang dan berpenghasilan rendah.27 Melihat data-data tersebut, program SADANIS rutin bukan hanya menjadi tanggung jawab dokter di layanan primer, melainkan perawat serta kader kesehatan lingkungan juga dapat terlibat sebagai suatu sinergi guna tercapainya peningkatan deteksi kanker stadium dini.

IV. Langkah-langkah Sadanis

Inspeksi

Dilakukan dalam posisi duduk.

1. Kedua lengan dalam posisi rileks

 


(Gambar dikutip dari Manajemen Terkini Kanker Payudara Edisi 2 (2018))

Bandingkan ukuran dan bentuk payudara. Apakah ada benjolan/ perubahan pada kulit. Benjolan dapat menggambarkan tumor letak superfisial. Retraksi kulit terjadi jika tumor menginfiltrasi ligamen Cooper.

Breast cancer in images

(Gambar dikutip dari https://www.independentnurse.co.uk/clinical-article/breast-cancer-in-images/63465/)

Lihat apakah ada kemerahan/ peau d’orange (edema ekstensif, tampak seperti kulit jeruk) pada kulit payudara. Terakhir, perhatikan apakah ada cairan yang keluar dari puting.

2. Kedua lengan diangkat

3. Posisi lengan di panggul.

Posisi ini memberikan lapang inspeksi yang lebih baik untuk payudara bagian inferior dan lateral. Lakukan evaluasi yang sama seperti langkah pada posisi 1.


(Gambar dikutip dari Manajemen Terkini Kanker Payudara Edisi 2 (2018)) 

Pada posisi ini otot pektoralis berkontraksi sehingga retraksi dapat dievaluasi secara lebih baik daripada saat posisi lengan relaksasi.

A picture containing clipart
  
  Description automatically generated

(Gambar dikutip dari Manajemen Terkini Kanker Payudara Edisi 2 (2018))

Palpasi

Pemeriksaan dilakukan dalam posisi terlentang dan dimulai dari payudara sehat lebih dulu.

1. Palpasi secara radial/ konsentrik


(Gambar dikutip dari Manajemen Terkini Kanker Payudara Edisi 2 (2018))


(Gambar dikutip dari Manajemen Terkini Kanker Payudara Edisi 2 (2018)) 

Pemeriksa menggunakan satu tangan untuk palpasi dan tangan lainnya menstabilisasi payudara. Palpasi menggunakan digiti 2-3-4 bagian palmar falang distal dan medial dari ketiga jari. Palpasi ke seluruh regio payudara. 

2. Memencet areola sekitar puting

Perhatikan adakah nipple discharge dan ekspresi pasien (tampak nyeri atau tidak nyaman).

3. Deskripsikan temuan massa

Bila ditemukan massa saat palpasi, deskripsikan massa. Komponen penting dalam deskripsi massa antara lain:

  • Lokasi anatomis (menurut kuadran atau arah jam dan jarak dalam sentimeter dari nipple area complex)
  • Jumlah (tunggal, majemuk, melekat satu sama lain)
  • Ukuran (cantumkan minimal 2 dimensi pengukuran terbesar)
  • Konsistensi (kistik, padat, keras)
  • Permukaan (licin atau kasar)
  • Batas (tegas/reguler  atau difus/ireguler)
  • Mobilitas (jika dapat digerakkan, massa belum menginfiltrasi jaringan sekitar)
  • Tanda inflamasi
  • Pemeriksaan infiltrasi massa payudara
    Infiltrasi ke atas (kulit) à cubit dan tarik ke atas kulit di atas massa. Jika kulit bebas, berarti belum terdapat infiltrasi. Jika kulit seakan melekat pada struktur di bawahnya, berarti sudah terjadi infiltrasi
    Infiltrasi massa payudara ke jaringan di bawahnya (fascia otot, otot pektoralis, dan dinding dada) à pemeriksaan dilakukan dalam 3 fase kontraksi otot Pectoralis (relaks, mulai berkontraksi, dan kontraksi) dan pasien dalam posisi berbaring. Pemeriksaan dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 2. Pemeriksaan infiltrasi massa payudara

Relaks

Mulai berkontraksi

Kontraksi

Interpretasi

(Pemeriksa menggerakkan

massa payudara dalam keadan lengan pasien diangkat lurus)

(Pemeriksa meraba di atas massa payudara saat tangan pasien mulai menggenggam kepala tempat tidur)

(Pemeriksa menggerakkan massa payudara saat tangan pasien menggenggam dan menarik kepala tempat tidur)

 

Massa dapat

digerakkan tanpa tahanan

Massa

tidak bergerak

 

Massa dapat

digerakkan tanpa tahanan

Massa

berada di parenkim payudara

 

Massa dapat

digerakkan tanpa tahanan

Massa teraba ikut bergerak

 

Massa dapat

digerakkan tanpa tahanan

Massa

menginfiltrasi fascia otot pektoralis

 

Massa dapat

digerakkan tanpa tahanan

Massa teraba ikut bergerak

 

Massa tidak dapat digerakkan

 

Massa

menginfiltrasi otot pektoralis

 

Massa tidak dapat digerakkan

 

(tidak perlu

dilakukan)

 

(tidak perlu

 dilakukan)

 

Massa

menginfiltrasi dinding dada

 

 

 

 

5. Palpasi nodus limfa/ kelenjar getah bening (KGB)
Pemeriksaan meliputi KGB aksila, supraklavikula, dan infraklavikula. Tangan kiri pemeriksa digunakan untuk palpasi aksila kanan dan sebaliknya. Tangan pasien dalam posisi fleksi agar otot pektoralis dalam keadaan relaksasi dan ruang palpasi aksila menjadi lebih luas. Posisi tangan pemeriksa lebih rinci dapat dilihat pada gambar.


(Gambar dikutip dari Manajemen Terkini Kanker Payudara Edisi 2 (2018))

Bila teraba benjolan pada KGB perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut apakah pembesaran atau nodul KGB tersebut terkait dengan adanya keganasan/ tidak. klik untuk masuk ke Skrining dan Pemeriksaan Payudara! 

“Kapan anda sebagai tenaga kesehatan harus merujuk pasien yang anda lakukan SADANIS?”

Jika anda menemukan kelainan payudara berupa:

  • Benjolan payudara yang belum pernah didiagnosis sebagai lesi jinak sebelumnya
  • Benjolan yang terus membesar (hati-hati dengan adanya benjolan pada wanita hamil/ menyusui. Masih banyak nakes yang beranggapan saat hamil/ menyusui adalah periode aman terhadap kanker payudara. Padahal kenyataannya, pada masa inilah justru terjadi pembelahan sel yang cepat, sehingga lebih besar kemungkinannya terjadi mutasi sel. Karena itu lakukan pemeriksaan penunjang yang dapat memastikan benjolan pada wanita hamil/ menyusui tersebut dapat dibiarkan dengan aman atau ditangani segera).
  • Terdapat lesi payudara yang tidak jelas berupa benjolan, namun teraba lebih keras dibandingkan payudara sekitarnya
  • Kelainan payudara pada wanita yang sedang hamil atau menyusui
  • Terdapat kelainan kulit pada payudara yang tidak sesuai dengan lesi inflamasi biasa
  • Terdapat perubahan protrusi puting (awalnya di luar menjadi tertarik ke dalam)
  • Lesi pada area KGB regional payudara (ketiak, di atas dan bawah tulang klavikula) yang terus membesar serta pada palpasi teraba padat.

Segera rujuk pasien untuk dilakukan tata laksana lebih lanjut di fasilitas pelayanan kesehatan lanjutan.

Prinsip penting: upayakan pembuktian atas kelainan payudara yang ditemukan apakah jinak atau ganas (bukan hanya menunggu atau berasumsi kelainan tersebut bukan masalah), terutama pada wanita yang berisiko tinggi.

Frekuensi Skrining Kanker Payudara

Frekuensi skrining yang dituliskan di bawah ini adalah anjuran bagi negara dengan fasilitas mammografi cukup merata. Jika di negara berkembang seperti Indonesia, bagi area tanpa fasilitas mammografi, maka skrining dengan sensitivitas di bawahnya (SADANIS, USG payudara) dianjurkan untuk dilakukan lebih sering.3

Tabel 3. Rekomendasi Skrining Mamografi pada Wanita dengan Risiko Kanker Payudara Sedang.3

Skrining Mamografi

ACR, SBI, NCCN, NCBC, ASBrS

American Cancer Society

U.S Preventive Services Task Force, AAFP, ACP

Usia inisiasi skrining

Direkomendasikan pada usia 40 tahun

Ditawarkan pada usia 40-44 tahun; direkomendasikan pada usia 45 tahun

Keputusan individu dari usia 40-49 tahun; skrining dimulai pada usia 50 tahun

Interval skrining

1 tahun sekali

1 kali/tahun dari 40-54 tahun; setiap 1-2 tahun pada usia > 55 tahun

2 tahun sekali

Usia penghentian skrining

Dilanjutkan asalkan pasien sehat dan ingin melakukan skrining

Dilanjutkan asal harapan hidup >10 tahun atau lebih

Berhenti pada usia 74 tahun; belum ada cukup bukti untuk dilakukan skrining pada usia >75 tahun

Keterangan: ACR: American College of Radiology; SBI: Society of Breast Imaging; NCCN: National Comprehensive Cancer Center Network; NCBC: National Consortium of Breast Cancer; ASBrS: American Society of Breast Surgeons; AAFP: American Academy of Family Physicians; ACP: American College of Physicians

Tabel 4. Rekomendasi Skrining Mamografi pada Wanita dengan Risiko Kanker Payudara Tinggi.3

Organisasi dan Indikasi

Interval

American College of Radiology, 2018

 

   Risiko 20% atau lebih

Setiap tahun, dimulai saat usia 30 tahun

   Karier mutasi genetik dan keturunan pertama dari keluarga yang belum menjalani uji genetik

Setiap tahun, dimulai saat usia 30 tahun

   Radiasi pada area dada sebelum usia 30 tahun

Setiap tahun, dimulai saat usia 25 tahun atau 8 tahun setelah paparan radiasi, pilih yang lebih lama

   Riwayat kanker payudara <50 tahun

Setiap tahun

   Riwayat kanker payudara dan dense breasts

Setiap tahun

   Riwayat atipikal atau LCIS

Setiap tahun

American Society of Breast Surgeons, 2019

 

   Kerentanan herediter dari mutasi genetik

Setiap tahun, dimulai saat usia 30 tahun

   Paparan radiasi pada usia 10-30 tahun

Setiap tahun, dimulai saat usia 30 tahun

   Risiko >20% dengan model apapun

Setiap tahun, dimulai saat usia 35 tahun

   Riwayat kanker payudara keluarga kuat

Setiap tahun, dimulai saat usia 35 tahun

   Riwayat kanker payudara >50 tahun dengan nondense breasts

Setiap tahun

   Riwayat kanker payudara <50 tahun atau dengan dense breasts

Setiap tahun

American Cancer Society, 2007

 

Risiko tinggi (risiko >20%)

 

   Karier BRCA1 dan BRCA2 dan keturunan pertama dari keluarga yang belum menjalani uji genetik

Setiap tahun, dimulai saat usia 30 tahun

   Radiasi pada area dada pada usia 10-30 tahun

Setiap tahun, dimulai saat usia 30 tahun

   Mutasi genetik spesifik

Setiap tahun, dimulai saat usia 30 tahun

Risiko sedang (risiko 15-20%)

 

   Riwayat atipikal atau LCIS

Setiap tahun, dimulai saat usia 30 tahun

   Dense breasts

Setiap tahun, dimulai saat usia 30 tahun

   Riwayat personal kanker payudara

Setiap tahun, dimulai saat usia 30 tahun

Keterangan: LCIS: lobular carcinoma in situ 

Tabel 5. Rekomendasi Skrining MRI Tambahan pada Wanita dengan Risiko Kanker Payudara Tinggi.3

Organisasi dan Indikasi

Interval

American College of Radiology, 2018

 

Risiko 20% atau lebih

MRI setiap tahun, dimulai saat usia 25-30 tahun

Karier mutasi genetik dan keturunan pertama dari keluarga yang belum menjalani uji genetik

MRI setiap tahun, dimulai saat usia 25-30 tahun

Radiasi pada area dada sebelum usia 30 tahun

MRI setiap tahun, dimulai saat usia 25-30 tahun

Riwayat kanker payudara <50 tahun

MRI setiap tahun

Riwayat kanker payudara dan dense breasts

MRI setiap tahun

Riwayat atipikal atau LCIS

Pertimbangkan MRI setiap tahun terutama jika terdapat faktor risiko lain

American Society of Breast Surgeons, 2019

 

Kerentanan herediter dari mutasi genetik

MRI setiap tahun, dimulai saat usia 25 tahun

Paparan radiasi pada usia 10-30 tahun

MRI setiap tahun, dimulai saat usia 25 tahun

Risiko >20% dengan model apapun

MRI setiap tahun, dimulai saat usia 35 tahun

Riwayat kanker payudara keluarga kuat

MRI setiap tahun, dimulai saat usia 35 tahun

Riwayat kanker payudara >50 tahun dengan nondense breasts

MRI setiap tahun

Riwayat kanker payudara <50 tahun atau dengan dense breasts

Tidak ada rekomendasi untuk dilakukan/tidak dilakukannya MRI

American Cancer Society, 2007

 

Risiko tinggi (risiko >20%)

MRI setiap tahun

Karier BRCA1 dan BRCA2 dan keturunan pertama dari keluarga yang belum menjalani uji genetik

 

Radiasi pada area dada pada usia 10-30 tahun

 

Mutasi genetik spesifik

 

Risiko sedang (risiko 15-20%)

Tidak ada rekomendasi untuk dilakukan/tidak dilakukannya MRI

Riwayat atipikal atau LCIS

 

Dense breasts

 

Riwayat personal kanker payudara

 

Keterangan: LCIS: lobular carcinoma in situ

 Referensi:

1.  What Is Breast Cancer Screening? [Internet]. Cdc.gov. 2020 [cited 10 April 2021]. Available from: https://www.cdc.gov/cancer/breast/basic_info/screening.htm

2. Breast Cancer Screening Guidelines for Women [Internet]. Cdc.gov. 2021 [cited 10 April 2021]. Available from: https://www.cdc.gov/cancer/breast/pdf/breast-cancer-screening-guidelines-508.pdf

3. Monticciolo D, Newell M, Moy L, Niell B, Monsees B, Sickles E. Breast Cancer Screening in Women at Higher-Than-Average Risk: Recommendations From the ACR. Journal of the American College of Radiology. 2018;15(3):408-14.

4. Shah TA, Guraya SS. Breast cancer screening programs: Review of merits, demerits, and recent recommendations practiced across the world. J Microsc Ultrastruct [serial online] 2017 [cited 2021 Apr 11];5:59-69. Available from: https://www.jmau.org/text.asp?2017/5/2/59/224948

5. Kolak A, Kamińska M, Sygit K, Budny A, Surdyka D, Kukiełka-Budny B. Primary and secondary prevention of breast cancer. Annals of Agricultural and Environmental Medicine. 2017;24(4):549-53.

6. Larson K, Cowher M, O'Rourke C, Patel M, Pratt D. Do Primary Care Physician Perform Clinical Breast Exams Prior to Ordering a Mammogram?. The Breast Journal. 2015;22(2):189-93.7. Montero A. Detecting Cancer: Breast Cancer Pearls for Primary Care Physicians [Internet]. Consult QD. 2017 [cited 17 April 2021]. Available from: https://consultqd.clevelandclinic.org/detecting-cancer-breast-cancer-pearls-for-primary-care-physicians/

8. Cardoso F, Kyriakides S, Ohno S, Penault-Llorca F, Poortmans P, Rubio I et al. Early breast cancer: ESMO Clinical Practice Guidelines for diagnosis, treatment and follow-up. Annals of Oncology. 2019;30(8):1194-1220.

9. Ray K, Joe B, Freimanis R, Sickles E, Hendrick R. Screening Mammography in Women 40–49 Years Old: Current Evidence. American Journal of Roentgenology. 2018;210(2):264-70.

10. Breast Cancer in Young Women (Under 40) [Internet]. Cleveland Clinic. 2019 [cited 17 April 2021]. Available from: https://my.clevelandclinic.org/health/articles/16805-breast-cancer-in-young-women#:~:text=In%20general%2C%20screening
%20mammograms%20are,affected

11. Committee on Practice Bulletins–Gynecology, Committee on Genetics, Society of Gynecologic Oncology. Practice bulletin No. 182: Hereditary breast and ovarian cancer syndrome. Obstetrics and Gynecology 2017;130(3):e110–26

12. Siu AL; U.S. Preventive Services Task Force. Screening for breast cancer: U.S. Preventive Services Task Force recommendation statement. Annals of Internal Medicine 2016;164(4):279–96.

13. Breastcancer.org. Mammogram results: breast imaging reporting and database system (BI-RADS) [Internet]. June 2019 [cited June 5, 2021]. Available from: https://www.breastcancer.org/symptoms/testing/types/
mammograms/results

14. Zonderland H, Smithuis R. BI-RADS for Mammography and Ultrasound 2013. Updated version [Internet]. Oct 2014 [cited June 5, 2021]. Available from: https://radiologyassistant.nl/breast/bi-rads/bi-rads-for-mammography-and-ultrasound-2013#final-assessment-categories-bi-rads-0

15 Lee J. Practical and illustrated summary of updated BI-RADS for ultrasonography. Ultrasonography. 2017 Jan; 36(1):71-81.

16. Araujo K, Sarian L, Serra K, Keppke H, Francisco J, Derchain S. Cysts within Otherwise Probably Benign Solid Breast Masses and the Risk of Malignancy. Revista Brasileira de Ginecologia e Obstetrícia / RBGO Gynecology and Obstetrics [Internet]. 2016 [cited 17 April 2021];38(04):170-6. Available from: https://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0100-72032016000400170

17. Rinaldi P, Ierardi C, Costantini M, Magno S, Giuliani M, Belli P. Cystic Breast Lesions. Journal of Ultrasound in Medicine. 2010;29(11):1617-26.

18. Radhakrishna S, Agarwal S, Parikh P, Kaur K, Panwar S, Sharma S. Role of magnetic resonance imaging in breast cancer management. South Asian Journal of Cancer [Internet]. 2018 [cited 17 April 2021];7(2):69-71. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5909298/#
:~:text=A%20breast%20MRI%

19. Wong T, Lo L, Fung P, Lai H, She H, Ng W. Magnetic resonance imaging of breast augmentation: a pictorial review. Insights into Imaging [Internet]. 2016 [cited 17 April 2021];7(3):399-410. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4877348/#
:~:text=Using%20differen

20. National Comprehensive Cancer Network (NCCN). NCCN clinical practice guidelines in oncology: Genetic/familial high-risk assessment—breast, ovarian and pancreatic cancer. Version 1.2021. http://www.nccn.org, 2020

21. Rosenthal E, Evans B, Kidd J, Brown K, Gorringe H, van Orman M. Increased Identification of Candidates for High-Risk Breast Cancer Screening Through Expanded Genetic Testing. Journal of the American College of Radiology [Internet]. 2017 [cited 17 April 2021];14(4):561-8. Available from: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/
S1546144016310328

22. Løberg M, Lousdal M, Bretthauer M, Kalager M. Benefits and harms of mammography screening. Breast Cancer Research. 2015;17(1).

23. Seely J. How Effective Is Mammography as a Screening Tool?. Current Breast Cancer Reports. 2017;9(4):251-8.

24. Screening mammograms and their radiation risks [Internet]. Breastscreen.health.wa.gov.au. 2021 [cited 17 April 2021]. Available from: https://www.breastscreen.health.wa.gov.au/Breast-screening/Radiation

25. Vieira R, Biller G, Uemura G, Ruiz C, Curado M. Breast cancer screening in developing countries. Clinics. 2017;72(4):244-253.

26. Rivera-Franco M, Leon-Rodriguez E. Delays in Breast Cancer Detection and Treatment in Developing Countries. Breast Cancer: Basic and Clinical Research [Internet]. 2018 [cited 11 April 2021];12:117822341775267. Available from: https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177
/1178223417752677#

27. Effect of screening by clinical breast examination on breast cancer incidence and mortality after 20 years: prospective, cluster randomised controlled trial in Mumbai. BMJ [Internet]. 2021 [cited 11 April 2021];372:n256. Available from: https://www.bmj.com/content/372/bmj.n256

28. Ngan T, Nguyen N, Van Minh H, Donnelly M, O’Neill C. Effectiveness of clinical breast examination as a ‘stand-alone’ screening modality: an overview of systematic reviews. BMC Cancer [Internet]. 2020 [cited 11 April 2021];20(1). Available from: https://bmccancer.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12885-020-07521-w#citeas

29. Gutnik L, Matanje-Mwagomba B, Msosa V, Mzumara S, Khondowe B, Moses A. Breast Cancer Screening in Low- and Middle-Income Countries: A Perspective From Malawi. Journal of Global Oncology [Internet]. 2016 [cited 11 April 2021];2(1):4-8. Available from: https://ascopubs.org/doi/full/10.1200/jgo.2015.000430

Silahkan kerjakan kuis ini untuk menguji pemahaman Anda.

Uji pengetahuanmu dengan kuis MammaSIP

Bagaimana Tenaga Kesehatan Menjawab HOAX yang Beredar di Masyarakat Berdasarkan Studi-studi Terkini

Bagaimana Tenaga Kesehatan Menjawab HOAX yang Beredar di Masyarakat Berdasarkan Studi-studi Terkini

 

1.    Apakah Konsumsi Daging Merah dan Daging Olahan Dapat Menyebabkan Kanker?

  • The American Institute for Cancer Research merekomendasikan konsumsi daging merah matang tidak lebih dari 18 ons (510 gram) dalam seminggu, akan lebih baik jika kurang dari jumlah tersebut (Wohlford, 2016).
  • Yang termasuk dalam daging merah tersebut yaitu daging dari mamalia termasuk daging babi (karena banyak yang menyebutkan bahwa daging babi termasuk dalam “white meat”) (Wohlford, 2016).
  • Makin sedikit jumlah daging merah yang dikonsumsi akan lebih baik. Satu porsi makan daging merah yang dianjurkan yaitu 3 ons atau setara dengan sebuah kartu remi (Wohlford, 2016).
  • Batasi asupan daging merah menjadi 1-2x dalam seminggu, atau setara dengan 6 ons dalam seminggu. Namun jika memiliki penyakit jantung atau hiperkolesterolemia maka dianjurkan untuk menurunkan asupan daging merah menjadi 3 ons dalam seminggu (Cleveland Clinic, 2020).
  • Wanita yang mengonsumsi banyak daging memiliki potensi peningkatan risiko kanker payudara. Ini bisa dihubungkan dengan meningkatnya asupan lemak dan paparan bahan kimia yang terbentuk saat memasak daging dalam suhu tinggi serta kandungan hormon dalam daging tersebut (Komen, 2022).
  • Beberapa studi tidak menemukan hubungan antara konsumsi daging merah atau jumlah total asupan daging dan risiko kanker payudara. Namun beberapa studi mengungkapkan bahwa wanita yang mengonsumsi banyak produk daging olahan seperti sosis dan daging asap, meningkatkan risiko terkena kanker payudara (Komen, 2022).
  • Beberapa studi mengungkapkan bahwa konsumsi daging merah yang banyak saat remaja dapat meningkatkan risiko terkena kanker payudara sebelum menopause (Komen, 2022).
  • Studi juga menyebutkan bahwa konsumsi daging matang (well done) atau yang terlalu matang (overcooked meat) memiliki hubungan dengan peningkatan risiko kanker payudara (Komen, 2022).
  • Konsumsi daging merah serta daging olahan saja (secara independen), tidak berhubungan dengan peningkatan faktor risiko kanker payudara (Alexander et al., 2010).
  • Hasil dari studi-studi terkini menunjukkan bahwa konsumsi daging merah dan/atau daging olahan dalam jumlah tinggi berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya kanker payudara (Guo et al., 2015).
  • Konsumsi daging merah (tanpa proses pengolahan) berhubungan dengan peningkatan risiko terkena kanker payudara sebesar 6%, sementara konsumsi daging olahan berhubungan dengan peningkatan risiko kanker payudara sebesar 9% (Farvid et al., 2018).
  • Konsumsi daging olahan (yang bukan merupakan produk dari daging merah), dapat meningkatkan risiko kanker payudara (Anderson et al., 2018).
  • Konsumsi daging merah, daging merah segar, dan daging olahan dalam jumlah tinggi dapat merupakan faktor risiko kanker payudara (Wu et al., 2016).
  • Konsumsi daging merah dapat meningkatkan risiko kanker payudara invasif, adapun konsumsi daging unggas dihubungkan dengan penurunan faktor risiko kanker payudara. Penggantian konsumsi daging merah dengan daging unggas dapat menurunkan faktor risiko kanker payudara (Lo et al., 2015).

Kesimpulan:

Asupan daging merah yang berlebihan pada masa dewasa muda dapat meningkatkan risiko kanker payudara. Batasi asupan daging merah yaitu sebanyak 2 porsi dalam 1 minggu (per porsi 3 ons). Konsumsi daging olahan tidak dianjurkan karena meningkatkan risiko kanker payudara.

 

2.    Apakah Konsumsi Kedelai Harus Dihindari Penderita Kanker Payudara?

  • Meta-analisis dari berbagai studi prospektif menemukan bahwa peningkatan konsumsi soy isoflavone (zat yang paling banyak didapatkan di kacang kedelai) dapat menurunkan risiko kanker payudara sebesar 3% untuk setiap peningkatan konsumsi sebanyak 10 mg/hari (Wei et al., 2019).
  • Studi di China menyatakan bahwa konsumsi kacang kedelai dalam jumlah cukup tidak berhubungan dengan faktor risiko kanker payudara (Wei et al., 2019).
  • Konsumsi kacang kedelai dalam jumlah tinggi dapat memberikan manfaat terhadap pencegahan kanker payudara (Wei et al., 2019).
  • Beberapa studi epidemiologi menunjukkan adanya hubungan yang linier antara peningkatan konsumsi kacang kedelai dengan menurunnya angka rekurensi dan/atau mortalitas pada penderita kanker payudara, terutama pada wanita chinese (He et al., 2013).
  • Data epidemiologi menyatakan bahwa konsumsi kacang kedelai pada penduduk Asia (cenderung lebih tinggi) berhubungan dengan penurunan risiko kanker payudara, adapun beberapa studi menyatakan bahwa untuk mendapatkan efek proteksi yang maksimal maka paparan nya harus di mulai sejak awal-awal kehidupan (Messina & Wu, 2009).
  • Anggapan bahwa produk yang mengandung iso-flavone (kacang kedelai) mungkin merupakan kontraindikasi bagi penderita kanker payudara, awalnya berdasar pada penelitian yang menggunakan rodent.
  • Kacang kedelai menekan pertumbuhan kanker payudara dengan menurunkan level JMJD5 (Wang et al., 2018).

Kesimpulan:

Konsumsi produk kacang kedelai tidak berhubungan dengan peningkatan risiko kanker payudara, adapun konsumsi kacang kedelai mempunyai pengaruh terhadap pencegahan kanker payudara, penurunan angka rekurensi serta mortalitas kanker payudara, serta menekan pertumbuhan kanker payudara.

 

3.    Apakah Makanan Berlemak Menyebabkan Kanker Payudara?

  • Lemak total dan jenuh yang tinggi dikaitkan dengan risiko kanker payudara ER+PR+ yang lebih besar, tetapi bukan subtipe ER−PR−. Lemak jenuh tinggi secara statistik secara signifikan terkait dengan risiko kanker payudara HER2− yang lebih besar. Asupan lemak jenuh yang tinggi terutama meningkatkan risiko kanker payudara reseptor-positif, menunjukkan keterlibatan lemak jenuh dalam etiologi subtipe kanker payudara jenis ini (Sieri et al., 2013).
  • Studi ini mengungkapkan bahwa saat ini belum sampai pada tahap untuk menganjurkan wanita untuk mengurangi asupan lemak mereka untuk mengurangi risiko terkena kanker payudara, namun tampaknya pedoman saat ini untuk menurunkan konsumsi lemak total dan rekomendasi untuk konsumsi lemak tak jenuh seperti MUFA dan w- 3 asam lemak dan juga pengurangan asupan SFA (daging dan produk susu) untuk menghindari penyakit jantung juga berguna untuk risiko kanker payudara (Khodarahmi & Azadbakht, 2013).
  • Hasil analisis prospektif komprehensif pada studi ini tidak mendukung peran asupan lemak makanan orang dewasa dalam etiologi kanker payudara pascamenopause (Park et al., 2012).
  • Meta-analisis ini menunjukkan bahwa asupan lemak jenuh berdampak negatif pada angka kelangsungan hidup penderita kanker payudara.

Kesimpulan:

Penderita kanker payudara dianjurkan untuk membatasi asupan lemak jenuh. Asupan lemak jenuh berdampak negatif pada angka kelangsungan hidup penderita kanker payudara.

 

4.    Apakah Konsumsi Gula Meningkatkan Risiko Kanker Payudara?

  • Gula merupakan salah satu faktor risiko kanker payudara yang dapat dimodifikasi (Debras et al.,  2020).
  • Gula tidak secara langsung menyebabkan kanker payudara, namun kelebihan sumber energi yang didapatkan dari gula buatan tanpa nilai gizi yang baik dapat meningkatkan berat badan dan obesitas (Sierra, 2021).
  • Konsumsi berbagai jenis makanan manis (meliputi makanan penutup, minuman manis dan tambahan gula) berhubungan positif dengan risiko kanker payudara (Bradshaw et al., 2014).

Kesimpulan:

Konsumsi gula berlebih akan meningkatkan indeks massa tubuh dan inilah yang akan meningkatkan risiko kanker payudara

 

5.    Apakah Vitamin A Menurunkan Risiko Kanker Payudara?

  • Konsumsi β-carotene berhubungan dengan peningkatan overall survival (OS) pada kanker payudara. Adapun, derivat vitamin A lainnya (α-carotene, β-cryptoxanthin, lycopene, retinol, lutein) tidak memiliki dampak terhadap prognosis kanker payudara (He et al., 2018).
  • Studi epidemiologi menunjukkan bahwa terdapat efek penurunan risiko kanker payudara dari setidaknya satu atau lebih komponen pada retinol dan/atau carotenoids melalui penghambatan proliferasi sel (Kim et al., 2021).

Kesimpulan:

Konsumsi vitamin A mempunyai dampak yang baik terhadap penurunan risiko kanker payudara maupun pada ketahanan hidup penderita kanker payudara.

 

6.    Apakah Vitamin C Menurunkan Risiko Kanker Payudara?

  • Konsumsi vitamin C dalam jumlah tinggi memiliki hubungan dengan penurunan insidens dan mortalitas kanker payudara, namun belum didapatkan dampak yang signifikan terhadap pencegahan kanker payudara (Zhang et al., 2020).
  • Hasil studi meta-analisis menujukkan bahwa konsumsi suplemen vitamin C setelah terdiagnosis kanker payudara dapat berhubungan dengan penurunan risiko mortalitas pasien kanker payudara (Harris et al., 2014).
  • Asupan vitamin C sebelum terdiagnosis kanker payudara berhubungan dengan angka ketahanan hidup 5 tahun pasien. Hasil paling baik didapatkan pada wanita diatas 65 tahun. Hasil observasi juga menujukkan tidak adanya efek berbahaya dari penggunaan vitamin C 1000 mg setelah terdiagnosis kanker payudara (Harris et al., 2012).
  • Vitamin C dalam dosis tinggi dapat menurunkan kecepatan pertumbuhan sel kanker (Magri et al., 2020).

Kesimpulan:

Konsumsi vitamin C dalam dosis tinggi menurunkan mortalitas kanker payudara, namun tidak memiliki efek prevensi. Vitamin C dosis tinggi kemungkinan meningkatkan manfaat immunoterapi kanker.

 

7.    Apakah Vitamin D Menurunkan Risiko Kanker Payudara?

  • Studi epidemiologi retrospesktif maupun prospektif menujukkan bahwa defisiensi vitamin D berhubungan dengan peningkatan risiko kanker payudara (Atoum & Alzoughool, 2017).
  • Peran vitamin D pada kanker payudara yaitu menginduksi apoptosis, stimulasi diferensiasi sel, anti-inflamasi, anti-proliferasi sel serta pencegahan angiogenesis, invasi dan metastasis (de La Puente-Yague et al., 2018).
  • Vitamin D berperan dalam pencegahan timbulnya sel kanker pada payudara (Welsh et al., 2017).
  • Penanganan defisiensi vitamin D direkomendasikan pada wanita penderita kanker payudara (Welsh et al., 2017).
  • Hasil akumulasi dari beberapa studi kljnis menyebutkan bahwa defisiensi vitamin D meningkatkan risiko terbentuknya kanker. Pencegahan defisiensi vitamin D dan asupan suplemen vitamin D merupakan cara paling aman dan ekonomis untuk menurunkan insidens kanker payudara serta meningkatkan prognosis kanker (Feldman et al., 2014).
  • Kadar vitamin D-25 OH secara independent mempunyai hubungan dengan prognosis, terutama pada wanita pre-menopause (Yao et al., 2017).

 

Kesimpulan:

Defisiensi vitamin D merupakan salah satu faktor yang meningkatkan risiko kanker payudara.

 

8.    Apakah Vitamin E Menurunkan Risiko Kanker Payudara?

  • Meningkatkan asupan vitamin E dari diet sehari-hari maupun konsumsi suplemen vitamin E per oral tambahan tidak memiliki hubungan dengan penurunan risiko kanker payudara (Komen, 2022).
  • Studi mengungkapkan bahwa terdapat bukti yang menujukkan bahwa vitamin E menurunkan risiko kanker (Ripon et al., 2020).
  • Defisiensi berat α-tocopherol dapat meningkatkan risiko kanker payudara (Hu et al., 2015).
  • Vitamin E meningkatkan pertumbuhan sel kanker payudara dengan menurunkan produksi ROS dan ekspresi p53 (Diao et al., 2016).
  • Vitamin E yang beredar di tubuh secara spesifik berhubungan dengan peningkatan  risiko kanker prostat namun menurunkan risiko kanker payudara (Xin et al., 2022).

Kesimpulan:

Kecukupan vitamin E akan menurunkan risiko terkena kanker payudara, namun tidak perlu meningkatkan asupan vitamin E. Sumber vitamin E yang terbaik adalah dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari.

 

 

9.    Apakah Asam Lemak Omega-3 dan Omega-6 Bermanfaat Untuk Kanker Payudara?

  • Asupan rasio asam lemak omega-3 dan omega-6 (ratio of n-3/n-6 PUFA) yang lebih tinggi berhubungan dengan penurunan risiko kanker payudara pada wanita, sehingga dengan meningkatkan asupan rasio asam lemak omega-3 dan omega-6  dapat membantu dalam pencegahan kanker payudara (Yang et al., 2014).
  • Kandunga EPA dan DHA pada omega-3 mempunyai efek baik pada protein onkogen serta untuk mengatasi peradangan (Fabian et al., 2015).
  • Sebuah studi menemukan bahwa efek molekuler dari asupan tinggi rasio asam lemak omega-3 dan omega-6 menunjukkan hasil yang heterogen, tetapi terdapat hasil yang konsisten dalam perubahan jalur metabolisme lipid, yang dapat berfungsi sebagai terapi potensial untuk pencegahan dan pengendalian kanker (Jiang et al., 2012).
  • Asupan makanan laut yang kaya akan kandungan asam lemak omega-3 berhubungan dengan penurunan risiko kanker payudara (Zheng et al., 2013).

Kesimpulan:

Asupan asam lemak tak jenuh yang kaya akan omega-3 maupun omega-6 dapat menurunkan risiko kanker payudara salah satunya melalui mekanisma inflammation resolving.

 

10.  Apakah Konsumsi Kafein Meningkatkan Risiko Kanker Payudara?

  • Konsumsi teh dan kopi tidak berhubungan dengan penurunan risiko kanker payudara pada wanita yang sudah menopause, namun berhubungan dengan adanya potensi penurunan risiko kanker payudara dengan reseptor estrogen (ER-BC (Wang et al., 2021).
  • Dosis asupan kafein maksimal yang direkomendasikan yaitu 2-3 cangkir kopi dan/ atau 5 cangkir teh per hari dimana mereka mempunyai potensi proteksi terhadap kanker payudara (Wang et al., 2021).
  • Konsumsi kopi dan asupan kafein tidak berhubungan dengan risiko kanker payudara dan ER1/PR2 breast cancer. Adapun, konsumsi teh mungkin mempunyai hubungan dengan risiko kanker payudara dan ER1/PR1 breast cancer (Oh et al., 2015).
  • Asupan kopi berkafein yang lebih tinggi dikaitkan dengan sedikit penurunan risiko kanker payudara pada wanita pascamenopause. Asupan kopi tanpa kafein tampaknya tidak berhubungan dengan risiko kanker payudara (Bhoopathy et al., 2015).
  • Pada penyintas kanker payudara, konsumsi kopi yang lebih tinggi pada pasien yang sudah terdiagnosis kanker payudara memiliki hubungan dengan angka ketahanan hidup yang lebih baik (Farvid et al., 2021).

Kesimpulan:

Konsumsi kafein dengan jumlah yang tidak melebihi dosis yang dianjurkan mempunyai efek baik pada risiko kanker payudara maupun angka ketahanan hidup.

 

11.  Apakah Konsumsi Produk Organik Bermanfaat untuk Kanker Payudara?

  • Pada satu studi, walaupun ada faktor yang tidak bisa dijelaskan berhubungan dengan konsumsi makanan organik, hasilnya menunjukkan bahwa konsumsi makanan organik berhubungan dengan penurunan risiko kanker payudara (Park et al., 2019).
  • Studi lain mengungkapkan bahwa konsumsi makanan organik tidak berhubungan dengan penurunan insidens berbagai jenis kanker (termasuk kanker payudara), namun menurunkan insidens non-hodgkin lymphoma (Bradbury et al., 2014).
  • Konsumsi makanan organik berhubungan dengan penurunan risiko kanker (Baudry et al., 2018).

Kesimpulan:

Konsumsi produk organik membantu menurunkan risiko kanker payudara.

 

12.  Apakah Paparan Pestisida Meningkatkan Risiko Kanker Payudara?

  • Satu studi menunjukkan bahwa pasien kanker payudara menderita tingkat akumulasi pp′-dichlorodiphenyldichloroethane dan polychlorinated biphenyls-52 yang tinggi. Namun, konsentrasi pp′-dichlorodiphenyldichloroethane dan polychlorinated biphenyls-52 tidak berhubungan dengan parameter klinikopatologi kanker payudara. Analisis regresi logistik lebih lanjut menunjukkan poliklorinasi bifenil-52 dan pp′-diklorodifenildikloroetana merupakan faktor risiko kanker payudara (He et al., 2017).
  • Pestisida selain organoklorin, seperti klorpirifos, mungkin berperan dalam peningkatan risiko kanker payudara (Tayour et al., 2019).
  • Penggunaan beberapa insektisida organofosfat berhubungan dengan peningkatan risiko kanker payudara (Engel et al., 2017).
  • Studi pada tikus menujukkan bahwa kelenjar susu rentan terhadap eksposur pestisida organoklorin maupun non-organoklorin. Beberapa efek dari senyawa ini dalam model eksperimental yaitu peningkatan atau penurunan perkembangan payudara, gangguan proliferasi sel dan ekspresi serta sinyal reseptor steroid, peningkatan transformasi seluler ganas dan perkembangan tumor dan angiogenesis Kass et al., 2020).
  • Studi yang ada tidak mendukung bahwa dikloro difenil trikloroetana (DDE) meningkatkan risiko kanker payudara pada manusia (Park et al., 2014).

Kesimpulan:

Paparan pestisida dapat meningkatkan risiko kanker payudara.

 

13.  Apakah Menyusui Menurunkan Risiko Kanker Payudara?
  • Satu studi meta-analisis menunjukkan bahwa terdapat efek perlindungan dari menyusui terhadap kanker payudara reseptor hormon negatif, yang lebih sering terjadi pada wanita yang lebih muda dan umumnya memiliki prognosis yang lebih buruk daripada subtipe kanker payudara lainnya (Islami et al., 2015).
  • Durasi menyusui memiliki peran dalam menurunkan risiko kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang tidak menyusui (Qiu et al., 2021).
  • Wanita yang pernah menyusui berhubungan dengan penurunan risiko kanker payudara subtype luminal (Lambertini et al., 2016).
  • Studi meta-analisis dari India mengungkapkan bahwa tidak pernah menyusui, nullipara, usia menarche <13 tahun, usia menopause >50 tahun, kehamilan anak pertama di usia <25 tahun, IMT diatas normal, status pascamenopause serta tidak menikah merupakan faktor risiko kanker payudara (Vishwakarma et al., 2020).
  • Menyusui memiliki hubungan inversi dengan risiko kanker payudara (Zhou et al., 2015).

Kesimpulan:

Menyusui merupakan salah satu faktor yang menurunkan risiko kanker payudara. Wanita yang tidak pernah menyusui memiliki risiko terkena kanker payudara.

 

14.  Apakah Penggunakan KB Hormonal Meningkatkan Risiko Kanker Payudara?

  • Hasil studi meta-analisis menujukkan bahwa penggunaan kontrasepsi oral secara statistik spesifik berhubungan dengan peningkatan risiko kanker payudara (Baran’ska et al., 2021).
  • Sebuah kesimpulan dari studi meta-analisis menujukkan bahwa kontrasepsi oral tampaknya tidak meningkatkan risiko kanker payudara. Namun, penggunaan kontrasepsi oral sebelum kehamilan jangka penuh pertama atau menggunakannya lebih dari 5 tahun dapat mengubah pertumbuhan sel kanker payudara (Kanadys et al., 2021).
  • Risiko kanker payudara lebih tinggi didapatkan pada wanita yang saat ini atau pernah menggunakan kontrasepsi hormonal dibandingkan wanita yang tidak pernah menggunakan kontrasepsi, dan risiko ini meningkat seiring dengan durasi penggunaan kontrasepsi hormonal (Morch et al., 2017).
  • Didapatkan peningkatan risiko kanker payudara pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral kombinasi. Peningkatan risiko juga diidentifikasi pada produk oral dan non-oral yang hanya mengandung levonorgestrel (White et al., 2018).
  • Studi meta-analisis ini menujukkan bahwa tidak ada peningkatan risiko kanker payudara yang signifikan pada wanita yang pernah menggunakan kontrasepsi oral, namun penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang secara signifikan meningkatkan risiko nya (jumlah studi terbatas) (Zhu et al., 2012).

Kesimpulan:

Penggunaan kontrasepsi hormonal terutama dalam jangka panjang meningkatkan risiko kanker payudara.

 

15.  Apakah Penggunaan Deodoran Meningkatkan Risiko Kanker Payudara?

  • Pada satu studi telaah sistematik, tidak didapatkan adanya hubungan antara penggunaan deodaran dengan risiko kanker payudara (Allam et al., 2016).
  • Tidak ditemukan bukti dari beberapa studi yang menujukkan hubungan antara penggunaan deodorant dengan terbentuknya kanker payudara, walaupun didapatkan bukti in-vitro yang mendukung hipotesis tersebut (Hardefeldt et al., 2013).

Kesimpulan:

Penggunaan deodoran tidak meningkatkan risiko kanker payudara.

 

16.  Apakah Penggunaan Telepon Seluler Meningkatkan Risiko Kanker Payudara?

  • Ada cukup data tentang induksi kanker payudara melalui penggunaan ponsel dan perangkat nirkabel tetapi proliferasi sel kanker melalui paparan EMR seperti nirkabel (2,45 GHz) baru-baru ini dilaporkan (Naziroglu et al., 2012).
  • Medan magnet ELF ambien 217 Hz dari ponsel dapat meningkatkan angiogenesis baik secara in vitro maupun in vivo sehingga mungkin dapat mendorong pertumbuhan tumor. Studi ini merekomendasikan pasien kanker untuk tidak terpapar ponsel (Mahna et al., 2020).
  • Sebuah studi menyimpulkan bahwa sampai diperoleh lebih banyak data mengenai apakah membawa ponsel dikaitkan dengan kanker payudara, lebih baik untuk menghindari potensi risiko (Jastaniah et al., 2016).
  • Kecanduan smartphone, penggunaan smartphone >4,5 menit sebelum tidur, dan jarak yang dekat antara smartphone dan payudara secara signifikan meningkatkan risiko kanker payudara. Selain itu, kombinasi kecanduan smartphone dan penggunaan smartphone >4,5 menit sebelum tidur secara sinergis meningkatkan risiko kanker payudara (Shih et al., 2020).
  • Studi ini mengungkapkan bahwa terdapat kerentanan sel yang jelas dari dari sel kanker terhadap ELF-EMF (Wang et al., 2021).

Kesimpulan:

Masih perlu studi yang lebih banyak mengenai efek penggunaan telepon seluler terhadap risiko kanker payudara. Namun cukup banyak studi yang mengungkapkan dugaan dampak risiko penggunaan telepon elektronik terhadap kanker payudara, sehingga dianjurkan untuk membatas penggunaanya terutama pada penderita kanker payudara.

 

17.  Apakah Obesitas Meningkatkan Risiko Kanker Payudara?

  • Sejumlah besar studi observasional telah menunjukkan bahwa obesitas dan penambahan berat badan semuanya berhubungan dengan kelangsungan hidup yang buruk pada pasien dengan kanker payudara (Picon-Ruiz et al., 2017).
  • Beberapa bukti menunjukkan bahwa kadar lemak dalam tubuh yang tinggi mengarah pada prognosis yang lebih buruk pada penderita kanker payudara pre- maupun pasca-menopause (Chan & Norat, 2015).
  • Beberapa studi menujukkan hubungan obesitas-kanker payudara, dan data terbaru menunjukkan bahwa efek lokal dan sistemik dari peradangan adiposa memainkan peran penting pada risiko kanker payudara (Argolo et al., 2018).
  • Obesitas merupakan salah satu faktor yang telah menunjukkan korelasi yang konsisten dan kuat dengan peningkatan risiko kanker payudara. Pilihan diet, terutama jenis lemak yang dikonsumsi, dan latihan fisik telah menunjukkan harapan yang cukup besar dalam mengurangi risiko (Alegre et al., 2013).

Kesimpulan:

Obesitas berhubungan dengan peningkatan faktor risiko kanker payudara.

 

18.    Apakah Penggunaan Bra Meningkatkan Risiko Kanker Payudara?

  • Tidak ditemukan adanya hubungan antara aspek pemakaian bra (ukuran cup bra, kebaruan, jumlah rata-rata jam/hari dipakai, memakai bra dengan kawat, atau usia pertama kali mulai memakai bra secara teratur) dengan risiko kanker payudara (Chen et al., 2015).
  • Studi menunjukkan bahwa tidak ada bukti yang cukup untuk mengatakan adanya hubungan antara durasi dan jenis pemakaian bra dengan peningkatan risiko kanker payudara (So et al., 2016).

Kesimpulan:

Tidak terdapat bukti cukup untuk mengatakan bahwa adanya hubungan antara durasi dan tipe bra yang dipakai dengan risiko kanker payudara.

 

 

 

Referensi:


  1. Alexander DD, Morimoto LM, Mink PJ, Cushing CA. A review and meta-analysis of red and processed meat consumption and breast cancer. Nutrition research reviews. 2010;23:349- 65.
  2. Guo J, Wei W, Zhan L. Red and processed meat intake and risk of breast cancer: a meta- analysis of prospective studies. Breast cancer research and treatment. 2015;151:191-8.
  3. Farvid MS, Stern MC, Norat T, et al. Consump- tion of red and processed meat and breast cancer incidence: a systematic review and meta-analysis of prospective studies. Int J Cancer 2018;143: 2787–99.
  4. Anderson JJ, Darwis ND, Mackay DF, Celis-Morales C, Lyall DM, Sattar N, et al. Red and processed meat consumption and breast cancer: UK Biobank cohort study and meta- analysis. European Journal of Cancer. 2018; 90: pp. 73-82. (doi:10.1016/j.ejca.2017.11.022)
  5. Wu J, Zeng R, Huang J, Li X, Zhang J, Ho JC, Zheng Y. Dietary Protein Sources and Incidence of Breast Cancer: A Dose-Response Meta-Analysis of Prospective Studies. Nutrients. 2016 Nov 17;8(11):730. doi: 10.3390/nu8110730. PMID: 27869663; PMCID: PMC5133114.
  6. Lo JJ, Park YM, Sinha R, Sandler DP. Association between meat consumption and risk of breast cancer: Findings from the Sister Study. Int J Cancer. 2020 Apr 15;146(8):2156-2165. doi: 10.1002/ijc.32547. Epub 2019 Aug 6. PMID: 31389007; PMCID: PMC7002279.
  7. Wei Y, Lv J, Guo Y, Bian Z, Gao M, Du H, Yang L, Chen Y, Zhang X, Wang T, Chen J, Chen Z, Yu C, Huo D, Li L; China Kadoorie Biobank Collaborative Group. Soy intake and breast cancer risk: a prospective study of 300,000 Chinese women and a dose-response meta-analysis. Eur J Epidemiol. 2020 Jun;35(6):567-578. doi: 10.1007/s10654-019-00585-4. Epub 2019 Nov 21. PMID: 31754945; PMCID: PMC7320952.
  8. He FJ & Chen JQ. Consumption of soybean, soy foods, soy isoflavones and breast cancer incidence: Differences between Chinese women and women in Western countries and possible mechanisms. Food Science and Human Wellness. 2013;2(3-4):146–161. doi:10.1016/j.fshw.2013.08.002
  9. Mark Messina, Anna H Wu, Perspectives on the soy–breast cancer relation, The American Journal of Clinical Nutrition. 2009; 89(5):1673S–1679S, https://doi.org/10.3945/ajcn.2009.26736V
  10. Wang Y, Liu L, Ji F, Jiang J, Yu Y, Sheng S, Li H. Soybean (Glycine max) prevents the progression of breast cancer cells by downregulating the level of histone demethylase JMJD5. J Cancer Res Ther. 2018 Sep;14(Supplement):S609-S615. doi: 10.4103/0973-1482.187292. PMID: 30249876.
  11. Sieri S, Chiodini P, Agnoli C, Pala V, Berrino F, Trichopoulou A, Benetou V, Vasilopoulou E, Sánchez MJ, Chirlaque MD, Amiano P, Quirós JR, Ardanaz E, Buckland G, Masala G, Panico S, Grioni S, Sacerdote C, Tumino R, Boutron-Ruault MC, Clavel-Chapelon F, Fagherazzi G, Peeters PH, van Gils CH, Bueno-de-Mesquita HB, van Kranen HJ, Key TJ, Travis RC, Khaw KT, Wareham NJ, Kaaks R, Lukanova A, Boeing H, Schütze M, Sonestedt E, Wirfält E, Sund M, Andersson A, Chajes V, Rinaldi S, Romieu I, Weiderpass E, Skeie G, Dagrun E, Tjønneland A, Halkjær J, Overvard K, Merritt MA, Cox D, Riboli E, Krogh V. Dietary fat intake and development of specific breast cancer subtypes. J Natl Cancer Inst. 2014 Apr 9;106(5):dju068. doi: 10.1093/jnci/dju068. PMID: 24718872.
  12. Khodarahmi M, Azadbakht L. The association between different kinds of fat intake and breast cancer risk in women. Int J Prev Med 2014;5:6-15.
  13. Park SY, Kolonel LN, Henderson BE, Wilkens LR. Dietary fat and breast cancer in postmenopausal women according to ethnicity and hormone receptor status: the Multiethnic Cohort Study. Cancer Prev Res (Phila). 2012 Feb;5(2):216-28. doi: 10.1158/1940-6207.CAPR-11-0260. Epub 2011 Dec 13. PMID: 22166249; PMCID: PMC4495954.
  14. "Sarah F Brennan, Jayne V Woodside, Paula M Lunny, Chris R Cardwell & Marie M Cantwell (2015): Dietary fat and breast cancer mortality: A systematic review and meta-analysis., Critical Reviews in Food Science and Nutrition, DOI: 10.1080/10408398.2012.724481"
  15. He J, Gu Y, Zhang S, Vitamin A and breast cancer survival: a systematic review and meta-analysis, Clinical Breast Cancer (2018), doi: 10.1016/j.clbc.2018.07.025.
  16. "Kim, J.A.; Choi, R.; Won, H.; Kim, S.; Choi, H.J.; Ryu, J.M.; Lee, S.K.; Yu, J.; Kim, S.W.; Lee, J.E.; et al. Serum vitamin levels and their relationships with other biomarkers in korean breast cancer patients. Nutrients 2020, 12, 2831."
  17. Zhang D, Xu P, Li Y, Wei B, Yang S, Zheng Y, Lyu L, Deng Y, Zhai Z, Li N, Wang N, Lyu J, Dai Z. Association of vitamin C intake with breast cancer risk and mortality: a meta-analysis of observational studies. Aging (Albany NY). 2020 Sep 29;12(18):18415-18435. doi: 10.18632/aging.103769. Epub ahead of print. PMID: 32991322; PMCID: PMC7585084.
  18. Hu F, Wu Z, Li G, Teng C, Liu Y, Wang F, Zhao Y, Pang D. The plasma level of retinol, vitamins A, C and α-tocopherol could reduce breast cancer risk? A meta-analysis and meta-regression. J Cancer Res Clin Oncol. 2015 Apr;141(4):601-14. doi: 10.1007/s00432-014-1852-7. Epub 2014 Oct 15. PMID: 25316441.
  19. Harris HR, Orsini N, Wolk A. Vitamin C and survival among women with breast cancer: a meta-analysis. Eur J Cancer. 2014 May;50(7):1223-31. doi: 10.1016/j.ejca.2014.02.013. Epub 2014 Mar 7. PMID: 24613622.
  20. Harris H, Bergkvist L, Wolk A. Vitamin C intake and breast cancer mortality in a cohort of Swedish women. Br J Cancer 2012;109(1):257–64.
  21. Magrì A, Germano G, Lorenzato A, Lamba S, Chilà R, Montone M, Amodio V, Ceruti T, Sassi F, Arena S, Abrignani S, D’Incalci M, Zucchetti M, et al. High-dose vitamin C enhances cancer immunotherapy. Sci Transl Med. 2020; 12:eaay8707. https://doi.org/10.1126/scitranslmed.aay8707 PMID:32102933
  22. Atoum M, Alzoughool F. Vitamin D and Breast Cancer: Latest Evidence and Future Steps. Breast Cancer (Auckl). 2017 Dec 20;11:1178223417749816. doi: 10.1177/1178223417749816. PMID: 29434472; PMCID: PMC5802611.
  23. de La Puente-Yagüe M, Cuadrado-Cenzual MA, Ciudad-Cabañas MJ, Hernández-Cabria M, Collado-Yurrita L. Vitamin D: And its role in breast cancer. Kaohsiung J Med Sci. 2018 Aug;34(8):423-427. doi: 10.1016/j.kjms.2018.03.004. Epub 2018 Apr 5. PMID: 30041759.
  24. Welsh J. Vitamin D and breast cancer: Past and present. J Steroid Biochem Mol Biol. 2018 Mar;177:15-20. doi: 10.1016/j.jsbmb.2017.07.025. Epub 2017 Jul 23. PMID: 28746837; PMCID: PMC5780261.
  25. Feldman D, Krishnan AV, Swami S, Giovannucci E, Feldman BJ. 2014. The role of vitamin D in reducing cancer risk and progression. Nature reviews. Cancer 14:342-57
  26. Yao S, Kwan ML, Ergas IJ, Roh JM, Cheng TD, Hong CC, McCann SE, Tang L, Davis W, Liu S, Quesenberry CP Jr, Lee MM, Ambrosone CB, Kushi LH. Association of Serum Level of Vitamin D at Diagnosis With Breast Cancer Survival: A Case-Cohort Analysis in the Pathways Study. JAMA Oncol. 2017 Mar 1;3(3):351-357. doi: 10.1001/jamaoncol.2016.4188. PMID: 27832250; PMCID: PMC5473032.
  27. Yao S, Kwan ML, Ergas IJ, Roh JM, Cheng TD, Hong CC, McCann SE, Tang L, Davis W, Liu S, Quesenberry CP Jr, Lee MM, Ambrosone CB, Kushi LH. Association of Serum Level of Vitamin D at Diagnosis With Breast Cancer Survival: A Case-Cohort Analysis in the Pathways Study. JAMA Oncol. 2017 Mar 1;3(3):351-357. doi: 10.1001/jamaoncol.2016.4188. PMID: 27832250; PMCID: PMC5473032.
  28. Xin, J., Jiang, X., Ben, S. et al. Association between circulating vitamin E and ten common cancers: evidence from large-scale Mendelian randomization analysis and a longitudinal cohort study. BMC Med 20, 168 (2022). https://doi.org/10.1186/s12916-022-02366-5
  29. Yang B, Ren XL, Fu YQ, Gao JL, Li D. Ratio of n-3/n-6 PUFAs and risk of breast cancer: a meta-analysis of 274135 adult females from 11 independent prospective studies. BMC Cancer. 2014 Feb 18;14:105. doi: 10.1186/1471-2407-14-105. PMID: 24548731; PMCID: PMC4016587.
  30. Fabian CJ, Kimler BF, Hursting SD. Omega-3 fatty acids for breast cancer prevention and survivorship. Breast Cancer Res. 2015 May 4;17(1):62. doi: 10.1186/s13058-015-0571-6. PMID: 25936773; PMCID: PMC4418048.
  31. Jiang W, Zhu Z, McGinley JN, El Bayoumy K, Manni A, Thompson HJ. Identification of a molecular signature underlying inhibition of mammary carcinoma growth by dietary N-3 fatty acids. Cancer Res. 2012;72:3795–806.
  32. "Zheng JS, Hu XJ, Zhao YM, Yang J, Li D. Intake of fish and marine n-3 polyunsaturated fatty acids and risk of breast cancer: meta-analysis of data from 21 independent prospective cohort studies. BMJ. 2013;346:f3706."
  33. Wang S, Li X, Yang Y, Xie J, Liu M, Zhang Y, Zhang Y, Zhao Q. Does coffee, tea and caffeine consumption reduce the risk of incident breast cancer? A systematic review and network meta-analysis. Public Health Nutr. 2021 Dec;24(18):6377-6389. doi: 10.1017/S1368980021000720. Epub 2021 Jul 27. PMID: 34311801.
  34. Oh JK, Sandin S, Ström P, Löf M, Adami HO, Weiderpass E. Prospective study of breast cancer in relation to coffee, tea and caffeine in Sweden. Int J Cancer. 2015 Oct 15;137(8):1979-89. doi: 10.1002/ijc.29569. Epub 2015 Apr 30. PMID: 25885188.
  35. Bhoo-Pathy N, Peeters PH, Uiterwaal CS, Bueno-de-Mesquita HB, Bulgiba AM, Bech BH, Overvad K, Tjønneland A, Olsen A, Clavel-Chapelon F, Fagherazzi G, Perquier F, Teucher B, Kaaks R, Schütze M, Boeing H, Lagiou P, Orfanos P, Trichopoulou A, Agnoli C, Mattiello A, Palli D, Tumino R, Sacerdote C, van Duijnhoven FJ, Braaten T, Lund E, Skeie G, Redondo ML, Buckland G, Pérez MJ, Chirlaque MD, Ardanaz E, Amiano P, Wirfält E, Wallström P, Johansson I, Nilsson LM, Khaw KT, Wareham N, Allen NE, Key TJ, Rinaldi S, Romieu I, Gallo V, Riboli E, van Gils CH. Coffee and tea consumption and risk of pre- and postmenopausal breast cancer in the European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition (EPIC) cohort study. Breast Cancer Res. 2015 Jan 31;17(1):15. doi: 10.1186/s13058-015-0521-3. PMID: 25637171; PMCID: PMC4349221.
  36. Farvid MS, Spence ND, Rosner BA, Willett WC, Eliassen AH, Holmes MD. Post-diagnostic coffee and tea consumption and breast cancer survival. Br J Cancer. 2021 May;124(11):1873-1881. doi: 10.1038/s41416-021-01277-1. Epub 2021 Mar 24. PMID: 33762714; PMCID: PMC8144620.
  37. Park YMM, White A, Niehoff N, O'Brien K, Sandler D. Association Between Organic Food Consumption and Breast Cancer Risk: Findings from the Sister Study (P18-038-19). Curr Dev Nutr. 2019 Jun 13;3(Suppl 1):nzz039.P18-038-19. doi: 10.1093/cdn/nzz039.P18-038-19. PMCID: PMC6574431.
  38. Bradbury KE, Balkwill A, Spencer EA, Roddam AW, Reeves GK, Green J, Key TJ, Beral V, Pirie K; Million Women Study Collaborators. Organic food consumption and the incidence of cancer in a large prospective study of women in the United Kingdom. Br J Cancer. 2014 Apr 29;110(9):2321-6. doi: 10.1038/bjc.2014.148. Epub 2014 Mar 27. PMID: 24675385; PMCID: PMC4007233.
  39. Baudry J, Assmann KE, Touvier M, Allès B, Seconda L, Latino-Martel P, Ezzedine K, Galan P, Hercberg S, Lairon D, Kesse-Guyot E. Association of Frequency of Organic Food Consumption With Cancer Risk: Findings From the NutriNet-Santé Prospective Cohort Study. JAMA Intern Med. 2018 Dec 1;178(12):1597-1606. doi: 10.1001/jamainternmed.2018.4357. Erratum in: JAMA Intern Med. 2018 Dec 1;178(12):1732. PMID: 30422212; PMCID: PMC6583612.
  40. He TT, Zuo AJ, Wang JG, Zhao P. Organochlorine pesticides accumulation and breast cancer: A hospital-based case-control study. Tumour Biol. 2017 May;39(5):1010428317699114. doi: 10.1177/1010428317699114. PMID: 28459199.
  41. Tayour C, Ritz B, Langholz B, Mills PK, Wu A, Wilson JP, Shahabi K, Cockburn M. A case-control study of breast cancer risk and ambient exposure to pesticides. Environ Epidemiol. 2019 Oct 14;3(5):e070. doi: 10.1097/EE9.0000000000000070. PMID: 32166211; PMCID: PMC7028467.
  42. Engel LS, Werder E, Satagopan J, Blair A, Hoppin JA, Koutros S, Lerro CC, Sandler DP, Alavanja MC, Beane Freeman LE. Insecticide Use and Breast Cancer Risk among Farmers' Wives in the Agricultural Health Study. Environ Health Perspect. 2017 Sep 6;125(9):097002. doi: 10.1289/EHP1295. PMID: 28934092; PMCID: PMC5915194.
  43. Kass L, Gomez AL, Altamirano GA. Relationship between agrochemical compounds and mammary gland development and breast cancer. Mol Cell Endocrinol. 2020 May 15;508:110789. doi: 10.1016/j.mce.2020.110789. Epub 2020 Mar 9. PMID: 32165172.
  44. Park JH, Cha ES, Ko Y, Hwang MS, Hong JH, Lee WJ. Exposure to Dichlorodiphenyltrichloroethane and the Risk of Breast Cancer: A Systematic Review and Meta-analysis. Osong Public Health Res Perspect. 2014 Apr;5(2):77-84. doi: 10.1016/j.phrp.2014.02.001. Epub 2014 Feb 28. Erratum in: Osong Public Health Res Perspect. 2015 Aug;6(4):279. PMID: 24955316; PMCID: PMC4064641.
  45. Islami F, Liu Y, Jemal A, Zhou J, Weiderpass E, Colditz G, Boffetta P, Weiss M. Breastfeeding and breast cancer risk by receptor status--a systematic review and meta-analysis. Ann Oncol. 2015 Dec;26(12):2398-407. doi: 10.1093/annonc/mdv379. Epub 2015 Oct 26. PMID: 26504151; PMCID: PMC4855244.
  46. Qiu R, Zhong Y, Hu M, Wu B. Breastfeeding and Reduced Risk of Breast Cancer: A Systematic Review and Meta-Analysis. Comput Math Methods Med. 2022 Jan 28;2022:8500910. doi: 10.1155/2022/8500910. PMID: 35126640; PMCID: PMC8816576.
  47. Lambertini M, Santoro L, Del Mastro L, Nguyen B, Livraghi L, Ugolini D, Peccatori FA, Azim HA Jr. Reproductive behaviors and risk of developing breast cancer according to tumor subtype: A systematic review and meta-analysis of epidemiological studies. Cancer Treat Rev. 2016 Sep;49:65-76. doi: 10.1016/j.ctrv.2016.07.006. Epub 2016 Jul 29. PMID: 27529149.
  48. Vishwakarma G, Ndetan H, Das DN, Gupta G, Suryavanshi M, Mehta A, Singh KP. Reproductive factors and breast cancer risk: A meta-analysis of case-control studies in Indian women. South Asian J Cancer. 2019 Apr-Jun;8(2):80-84. doi: 10.4103/sajc.sajc_317_18. PMID: 31069183; PMCID: PMC6498720.
  49. Zhou Y, Chen J, Li Q, Huang W, Lan H, Jiang H. Association between breastfeeding and breast cancer risk: evidence from a meta-analysis. Breastfeed Med. 2015 Apr;10(3):175-82. doi: 10.1089/bfm.2014.0141. Epub 2015 Mar 18. Erratum in: Breastfeed Med. 2015 Jun;10(5):288. PMID: 25785349.
  50. Barańska A, Błaszczuk A, Kanadys W, Malm M, Drop K, Polz-Dacewicz M. Oral Contraceptive Use and Breast Cancer Risk Assessment: A Systematic Review and Meta-Analysis of Case-Control Studies, 2009-2020. Cancers (Basel). 2021 Nov 12;13(22):5654. doi: 10.3390/cancers13225654. PMID: 34830807; PMCID: PMC8616467.
  51. Kanadys W, Barańska A, Malm M, Błaszczuk A, Polz-Dacewicz M, Janiszewska M, Jędrych M. Use of Oral Contraceptives as a Potential Risk Factor for Breast Cancer: A Systematic Review and Meta-Analysis of Case-Control Studies Up to 2010. Int J Environ Res Public Health. 2021 Apr 27;18(9):4638. doi: 10.3390/ijerph18094638. PMID: 33925599; PMCID: PMC8123798.
  52. Mørch LS, Skovlund CW, Hannaford PC, Iversen L, Fielding S, Lidegaard Ø. Contemporary Hormonal Contraception and the Risk of Breast Cancer. N Engl J Med. 2017 Dec 7;377(23):2228-2239. doi: 10.1056/NEJMoa1700732. PMID: 29211679.
  53. White ND. Hormonal Contraception and Breast Cancer Risk. Am J Lifestyle Med. 2018 Jan 31;12(3):224-226. doi: 10.1177/1559827618754833. PMID: 30283254; PMCID: PMC6124967.
  54. Zhu H, Lei X, Feng J, Wang Y. Oral contraceptive use and risk of breast cancer: a meta-analysis of prospective cohort studies. Eur J Contracept Reprod Health Care. 2012 Dec;17(6):402-14. doi: 10.3109/13625187.2012.715357. Epub 2012 Oct 14. PMID: 23061743.
  55. Allam MF. Breast Cancer and Deodorants/Antiperspirants: a Systematic Review. Cent Eur J Public Health. 2016 Sep;24(3):245-247. doi: 10.21101/cejph.a4475. PMID: 27755864.
  56. Hardefeldt PJ, Edirimanne S, Eslick GD. Deodorant use and breast cancer risk. Epidemiology. 2013 Jan;24(1):172. doi: 10.1097/ EDE.0b013e3182781684.
  57. Naziroğlu M, Tokat S, Demirci S. Role of melatonin on electromagnetic radiation-induced oxidative stress and Ca2+ signaling molecular pathways in breast cancer. J Recept Signal Transduct Res. 2012 Dec;32(6):290-7. doi: 10.3109/10799893.2012.737002. PMID: 23194197.
  58. Mahna, A., Firoozabadi, S., Atashi, A. Cell Phone and Breast Cancer: The Cell Phone-Generated Pulsed 217Hz ELF Magnetic Field Increases Angiogenesis. Iranian Journal of Medical Physics, 2021; 18(6): 421-429. doi: 10.22038/ijmp.2020.52303.1859
  59. Jastaniah, S.D. (2016) Is Long-Term Cell Phone Use Linked to Breast Cancer? A Review of the Evidence. Advances in Breast Cancer Research, 5, 136- 141. http://dx.doi.org/10.4236/abcr.2016.54016
  60. Shih YW, Hung CS, Huang CC, Chou KR, Niu SF, Chan S, Tsai HT. The Association Between Smartphone Use and Breast Cancer Risk Among Taiwanese Women: A Case-Control Study. Cancer Manag Res. 2020 Oct 29;12:10799-10807. doi: 10.2147/CMAR.S267415. PMID: 33149685; PMCID: PMC7605549.
  61. Wang MH, Chen KW, Ni DX, Fang HJ, Jang LS, Chen CH. Effect of extremely low frequency electromagnetic field parameters on the proliferation of human breast cancer. Electromagn Biol Med. 2021 Jul 3;40(3):384-392. doi: 10.1080/15368378.2021.1891093. Epub 2021 Feb 25. PMID: 33632057.
  62. Picon-Ruiz M, Morata-Tarifa C, Valle-Goffin JJ, Friedman ER, Slingerland JM. Obesity and adverse breast cancer risk and outcome: Mechanistic insights and strategies for intervention. CA Cancer J Clin. 2017 Sep;67(5):378-397. doi: 10.3322/caac.21405. Epub 2017 Aug 1. PMID: 28763097; PMCID: PMC5591063.
  63. Picon-Ruiz M, Morata-Tarifa C, Valle-Goffin JJ, Friedman ER, Slingerland JM. Obesity and adverse breast cancer risk and outcome: Mechanistic insights and strategies for intervention. CA Cancer J Clin. 2017 Sep;67(5):378-397. doi: 10.3322/caac.21405. Epub 2017 Aug 1. PMID: 28763097; PMCID: PMC5591063.
  64. Lee K, Kruper L, Dieli-Conwright CM, Mortimer JE. The Impact of Obesity on Breast Cancer Diagnosis and Treatment. Curr Oncol Rep. 2019 Mar 27;21(5):41. doi: 10.1007/s11912-019-0787-1. PMID: 30919143; PMCID: PMC6437123.
  65. Alegre MM, Knowles MH, Robison RA, O’Neill KL. Mechanics behind Breast Cancer Prevention - Focus on Obesity, Exercise and Dietary Fat [Internet]. Vol. 14, Asian Pacific Journal of Cancer Prevention. Asian Pacific Organization for Cancer Prevention; 2013. p. 2207–12. Available from: http://dx.doi.org/10.7314/APJCP.2013.14.4.2207
  66. Wohlford L. Red meat and cancer: What you need to know. [online] MD Anderson Cancer Center. 2016. Available at: <https://www.mdanderson.org/publications/focused-on-health/your-guide-to-eating-less-red-meat.h26Z1590624.html> [Accessed 4 September 2022].
  67. Cleveland Clinic. Is Red Meat Bad for You?. [online] Cleveland Clinic. 2020.
  68. Available at: <https://health.clevelandclinic.org/is-red-meat-bad-for-you/#:~:text=Data%20has%20shown%20time%20and,in%20both%20children%20and%20adults.> [Accessed 4 September 2022].
  69. Komen, S., 2022. Eating Meat and Breast Cancer Risk. [online] Susan G. Komen®. Available at: <https://www.komen.org/breast-cancer/facts-statistics/research-studies/topics/meat-consumption-and-breast-cancer-risk/> [Accessed 4 September 2022].
  70. Haque Ripon, M., Asadul Habib, M., Hossain, M., Ahmed, N., Kibria, T., Munira, S. and Hasan, K. Role of Vitamin E in Prevention of Breast Cancer: An Epidemiological Review. Asian Journal of Advanced Research and Reports. 2020; 11(3): pp.37-47.
  71. Sierra View Medical Center. 2021. The Sugar and Breast Cancer Link: Does Sugar Really Feed Cancer?. [online] Available at: <https://www.sierra-view.com/press-room/2021/october/the-sugar-and-breast-cancer-link-does-sugar-real/#:~:text=Sugar%20doesn't%20directly%20cause,of%20cancer%20for%20that%20matter.&text= However%2C%20excess%20energy%20intake%2C%20particularly,various%20cancers%2C%20 including%20breast%20cancer.> [Accessed 2 October 2022].
  72. Debras C, Chazelas E, Srour B, Kesse-Guyot E, Julia C, Zelek L, et al. Total and added sugar intakes, sugar types, and cancer risk: results from the prospective NutriNet-Santé cohort. Am J Clin Nutr. 2020 Nov 11;112(5):1267-1279. doi: 10.1093/ajcn/nqaa246. PMID: 32936868.
  73. Bradshaw PT, Sagiv SK, Kabat GC, Satia JA, Britton JA, et al. Consumption of sweet foods and breast cancer risk: a case-control study of women on Long Island, New York. Cancer Causes Control. 2009 Oct;20(8):1509-15. doi: 10.1007/s10552-009-9343-x. Epub 2009 Apr 23. PMID: 19387852; PMCID: PMC4109805.
  74. Chen L, Malone KE, Li CI. Bra wearing not associated with breast cancer risk: a population-based case-control study. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev. 2014 Oct;23(10):2181-5. doi: 10.1158/1055-9965.EPI-14-0414. Epub 2014 Sep 5. PMID: 25192706; PMCID: PMC4184992.
  75. So WK, Chan DN, Lou Y, Choi KC, Chan CW, Shin K, Kwong A, Lee DT. Brassiere wearing and breast cancer risk: A systematic review and meta-analysis. World J Meta-Anal 2015; 3(4): 193-205 [DOI: 10.13105/wjma.v3.i4.193]
logo mammasip

Ketahui kondisi tubuh serta pakai Ruang untuk jurnal pribadimu

Unduh Gratis MammaSIP Sekarang!

google play app store
MammaSIP © Copyright 2022