Pengguna modul diharapkan akan mampu menjelaskan indikasi dan metode-metode skrining payudara serta mampu melaksanakan SADANIS terhadap masyarakat secara efektif.
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
I.
Definisi
Skrining umumnya dilakukan pada penyakit-penyakit yang memiliki insiden tinggi, dengan tujuan jika penyakit-penyakit tersebut ditemukan pada tahap awal, penanganannya akan lebih mudah dan biaya yang dibutuhkan menjadi lebih rendah. Skrining kanker payudara merupakan upaya untuk mendeteksi keberadaan kanker payudara sebelum munculnya tanda atau gejala.
II. Jenis-jenis Modalitas Skrining
Tabel 1. Pelaporan mamografi sesuai kaidah BI-RADS.13
Kategori |
Penilaian |
Follow-up |
0 |
Membutuhkan evaluasi pencitraan tambahan; diperlukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk mengumpulkan informasi. |
Diperlukan pemeriksaan pencitraan tambahan sebelum
dapat dikategorikan |
1 |
Negatif; tidak ada abnormalitas yang dapat terlihat
secara signifikan untuk dilaporkan |
Lanjutkan skrining mammografi tahunan (untuk wanita
>40 tahun) |
2 |
Temuan jinak (non-kanker): didapatkan temuan seperti
kalsifikasi jinak atau fibroadenoma, yang bukan merupakan keganasan |
Lanjutkan skrining mammografi tahunan (untuk wanita
>40 tahun) |
3 |
Kemungkinan jinak: didapatkan temuan yang
kemungkinan besar jinak namun harus diikuti dalam periode waktu yang dekat
jika terdapat perubahan pada area lesi. |
Follow-up mammografi setiap 6 bulan |
4 |
Abnormalitas mencurigakan: didapatkan temuan
mencurigakan yang dapat mengarah ke keganasan. |
Mungkin memerlukan biopsi |
5 |
Sangat sugestif terhadap keganasan (kanker):
didapatkan temuan yang terlihat dan kemungkinan suatu kanker. |
Memerlukan biopsi |
6 |
Terbukti keganasan (kanker) dari hasil biopsi apapun
temuannya pada mammografi |
Hasil biopsi telah terkonfirmasi kanker sebelum
pengobatan dimulai |
Gambar 1. Pasien dengan temuan massa pada mammografi pada skrining dan memerlukan evaluasi pencitraan lanjutan (BI-RADS 0).
Hasil USG menunjukkan adanya inflamasi kelenjar getah bening, penilaian terakhir BI-RADS 2.14
Gambar 2. Temuan normal; payudara simetris dan tidak didapatkan massa (BI-RADS 1).14
Gambar 3. Kategori BI-RADS 2. Contoh temuan massa pada mamografi yang pada USG terbukti sebuah kista14 (mammografi dapat dengan cukup sensitif membedakan suatu massa curiga ganas atau jinak, namun tidak dapat membedakan suatu massa yang jinak merupakan lesi solid atau kistik. Membedakan solid dengan kistik memerlukan modalitas USG).
Gambar 4a. Massa dengan batas tegas dan
kalsifikasi.
Dikategorikan
pada BI-RADS 3 dan dilanjutkan dengan pemeriksaan follow-up.14
Gambar 4b. Massa pada gambar 4a, selama follow-up
pada bulan 6, 12, dan 24, apabila tidak menunjukkan adanya perubahan yang
mengarah keganasan, maka penilaian akhir yaitu BI-RADS 2.14
Gambar 4c. Setelah 1 tahun follow-up,
didapatkan mikrokalsifikasi berkelompok sejumlah >5; temuan ini mengubah
kategori menjadi BI-RADS 4.14
Gambar 5. Gambaran BI-RADS 4; hasil biopsi
dapat menunjukkan Ductal Carcinoma In Situ (DCIS) atau adenosis
sklerosis yang keduanya sesuai dengan temuan mamografi.14
Gambar 6. Temuan pada massa berupa bentuk
ireguler, batas dengan spikula, densitas tinggi, dengan gambaran USG sesuai.
Kategori BI-RADS 5.14
Gambar 7. Gambaran keganasan (atas:
mammografi, bawah: USG) yang telah terbukti melalui biopsi (BI-RADS 6).14
Gambar 8. Hasil USG yang menunjukkan massa
berbentuk bulat yang merupakan sebuah kista sederhana15
Gambar 9. Gambaran kista sederhana yang tidak
spesifik dengan batas tidak tegas dan angular.15
Gambar 10. Hasil USG yang menunjukkan massa berbentuk ireguler, angular, berspikula. Hasil akhir biopsi menunjukkan keganasan15
2. Pemeriksaan MRI bukan modalitas yang rutin digunakan. Alat ini memang
sangat sensitif tetapi tidak spesifik. Oleh karena itu, pencitraan dengan MRI
baru dilakukan jika terdapat perbedaan makna antara pemeriksaan-pemeriksaan sebelumnya.18
Indikasi lain skrining dengan MRI adalah pada wanita muda yang memerlukan skrining karena memiliki risiko tinggi.18 Untuk mengetahui faktor risiko kanker payudara klik di sini. (link ke Faktor Risiko Kanker Payudara di Ruang Umum) Indikasi lainnya adalah pada wanita yang menggunakan implan silikon sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan skrining dengan mammografi.4,19
4. Identifikasi mutasi gen
Identifikasi
gen yang
mengalami mutasi,
seperti gen BRCA1 dan BRCA2, merupakan skrining
kanker payudara herediter yang tidak rutin dilakukan.20
Mereka yang dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ini adalah yang memiliki keluarga lingkar pertama (ibu kandung, anak kandung, saudara kandung) dengan riwayat kanker payudara dan/atau ovarium sebanyak 1 orang jika terdiagnosis saat berusia <50 tahun atau minimal 2 orang jika terdiagnosis saat berusia >50 tahun.20,21
III.
Skrining Payudara yang
Ideal
Secara ideal, mammografi adalah modalitas terpilih untuk skrining payudara. Panduan menyarankan mamografi dilakukan setiap 2 tahun sekali untuk skrining
pada wanita usia 50-74 tahun. Namun, beberapa
negara mulai merekomendasikan skrining sejak usia 40 tahun.4
Alasan mengapa
mammografi
merupakan modalitas baku emas pada skrining kanker payudara adalah karena pemeriksaan ini tidak invasif, relatif murah, dan sensitivitas serta spesifitasnya
tinggi (meningkat seiring pertambahan
usia), dan yang utama adalah mampu mencegah mortalitas.22 Sebuah studi di Inggris
pada tahun 2007
yang melibatkan 1000 wanita dengan skrining setiap 2 tahun selama 20 tahun follow-up menunjukkan bahwa sebanyak 67% pasien dicegah
mortalitasnya dengan modalitas ini.22 Selain itu, mammografi digunakan sebagai modalitas utama juga karena
efektif, yakni memiliki rerata deteksi tinggi, aman, dan tersedia luas.23 Pada beberapa
kelompok orang, terdapat kekhawatiran terhadap radiasi mammografi. Perlu diketahui
bahwa mammografi hanya memberikan radiasi dalam jumlah kecil. Satu kali
pemeriksaan hanya memaparkan 0,7 milisieverts (mSv) sehingga empat kali pemeriksaan kira-kira sama dengan
paparan radiasi alam bebas selama 24 minggu.24 Jadi, dosis radiasi yang digunakan
sangatlah kecil.
Bagaimana Skrining Payudara di Negara Berkembang?
Negara berkembang memiliki keterbatasan
sumber daya kesehatan. Biasanya, penyakit infeksi merupakan masalah kesehatan utama
masyarakat di negara berkembang. Selain itu, kebanyakan penduduk juga memiliki
penghasilan yang rendah. Oleh karena itu, kebijakan lembaga kesehatannya tentu berbeda dengan negara maju.25 Baik SADARI dan SADANIS dapat menjadi metode skrining pilihan untuk negara
berkembang.25 Berbeda dengan SADANIS, SADARI lebih ditujukan untuk meningkatkan kewaspadaan pasien akan
adanya abnormalitas pada payudaranya sehingga pasien dapat segera berobat dan
mendapatkan
diagnosis. Mammografi sebagai modalitas ideal (baku emas) tidak terlalu
dapat diterapkan di negara berkembang karena memerlukan biaya yang tidak sedikit dan tidak
semua fasilitas kesehatan menyediakan alat ini.26
Kanker payudara umumnya terjadi pada
pasien berusia tua. Namun, di negara berkembang, prevalensi kanker payudara
pada usia yang lebih muda ditemukan cukup tinggi. Mammografi, seperti pada kebanyakan panduan, dianjurkan mulai digunakan untuk wanita dengan usia di atas 40 tahun, sehingga tidak sesuai dengan kondisi negara berkembang bagi
kelompok usia yang awal terkena kanker
payudaranya lebih
rendah dari 40 tahun.26 Meski demikian, prevalensi usia kanker payudara secara pasti
merupakan tanggung jawab lembaga kesehatan setiap negara dan sayangnya di
Indonesia data tersebut masih terbatas. Untuk itu, rekomendasi penggunaan mammografi sebagai modalitas utama dalam
skrining kanker payudara di negara berkembang seperti Indonesia perlu
dipertimbangkan kembali.26
Studi di Brazil25 dan India27 menunjukkan bahwa SADANIS dapat digunakan sebagai modalitas skrining di negara
berkembang. Dengan karakteristik
Brazil dan India yang hampir sama dengan Indonesia (berpenghasilan rendah menengah, fasilitas
kesehatan tidak merata,
dan tingkat
kemiskinan tinggi)
membuat SADANIS rutin menjadi rekomendasi utama untuk diterapkan sebagai
skrining di
Indonesia dengan keterbatasan fasilitas mamografi yang ada. Meskipun sensitivitas SADANIS lebih rendah (40-69% untuk SADANIS vs
77-95% untuk mamografi), SADANIS tetap memberi keuntungan bagi sistem
kesehatan negara
berpenghasilan rendah dan berkembang. Hal ini dikarenakan SADANIS rutin tidak membutuhkan banyak biaya. Sementara, program skrining nasional berbasis
mammografi akan membutuhkan biaya yang besar.28 Menurut Brazilian Society of Mastology, SADARI maupun SADANIS tetap
direkomendasikan untuk dilakukan bersamaan dengan mammografi skrining (jika terdapat fasilitas).25
Dua percobaan klinis di Mesir
menunjukkan bahwa SADANIS efektif dan efisien dalam mendeteksi penyakit stadium dini, baik pada area perkotaan
maupun pedesaan. Di Malaysia, perawat yang terlatih untuk melakukan SADANIS meningkatkan
laju diagnosis kanker stadium dini secara signifikan (77% vs 37% diagnosis
stadium lanjut). 29 Studi potong lintang di Nepal yang membandingkan SADANIS oleh kader kesehatan dibandingkan SADANIS oleh dokter,
melaporkan sensitivitas 70% dan spesifisitas 95% untuk deteksi benjolan payudara.
Hasil yang sama juga dilaporkan di negara seperti Malawi, Tanzania, dan Sudan.29
Studi oleh Mittra dkk27 di Mumbai, India, menunjukkan bahwa SADANIS setiap 2 tahun oleh dokter di layanan primer meningkatkan jumlah deteksi dan diagnosis kanker payudara stadium dini. Studi ini dilakukan dengan desain randomized clinical trials (RCT) yang melibatkan 151.538 pasien wanita berusia 35-64 tahun tanpa riwayat kanker payudara dan dilakukan selama 20 tahun. Selain itu, studi ini juga menunjukkan bahwa SADANIS dapat mengurangi mortalitas secara signifikan sebanyak 30% pada pasien wanita berusia ≥ 50 tahun. Dengan demikian SADANIS sangat direkomendasikan sebagai modalitas skrining, terutama pada negara berkembang dan berpenghasilan rendah.27 Melihat data-data tersebut, program SADANIS rutin bukan hanya menjadi tanggung jawab dokter di layanan primer, melainkan perawat serta kader kesehatan lingkungan juga dapat terlibat sebagai suatu sinergi guna tercapainya peningkatan deteksi kanker stadium dini.
IV.
Langkah-langkah Sadanis
Inspeksi
Dilakukan dalam posisi duduk.
1. Kedua lengan dalam posisi rileks
(Gambar dikutip dari Manajemen Terkini Kanker Payudara Edisi 2 (2018)) |
(Gambar dikutip dari https://www.independentnurse.co.uk/clinical-article/breast-cancer-in-images/63465/) |
2. Kedua lengan diangkat
3. Posisi lengan di panggul.
Posisi ini memberikan lapang inspeksi yang lebih baik untuk payudara bagian inferior dan lateral. Lakukan evaluasi yang sama seperti langkah pada posisi 1.
(Gambar dikutip dari Manajemen Terkini Kanker Payudara Edisi 2 (2018)) |
Pada posisi ini otot pektoralis
berkontraksi sehingga retraksi dapat dievaluasi secara lebih baik daripada saat
posisi lengan relaksasi.
(Gambar dikutip dari Manajemen Terkini Kanker Payudara Edisi 2 (2018)) |
Palpasi
Pemeriksaan dilakukan dalam posisi terlentang dan dimulai
dari payudara sehat lebih dulu.
1. Palpasi secara radial/ konsentrik
(Gambar dikutip dari Manajemen Terkini Kanker Payudara Edisi 2 (2018)) |
(Gambar dikutip dari Manajemen Terkini Kanker Payudara Edisi 2 (2018)) |
Pemeriksa menggunakan satu tangan untuk palpasi dan tangan lainnya menstabilisasi payudara. Palpasi menggunakan digiti 2-3-4 bagian palmar falang distal dan medial dari ketiga jari. Palpasi ke seluruh regio payudara.
2. Memencet areola sekitar puting
Perhatikan adakah nipple discharge dan ekspresi pasien (tampak nyeri atau tidak nyaman).
3. Deskripsikan temuan massa
Bila ditemukan massa saat palpasi,
deskripsikan massa. Komponen penting dalam deskripsi massa antara lain:
Tabel 2. Pemeriksaan infiltrasi massa
payudara
Relaks |
Mulai berkontraksi |
Kontraksi |
Interpretasi |
(Pemeriksa menggerakkan massa payudara dalam keadan lengan pasien diangkat lurus) |
(Pemeriksa meraba di atas massa payudara saat tangan pasien mulai
menggenggam kepala tempat tidur) |
(Pemeriksa menggerakkan massa payudara saat tangan pasien menggenggam
dan menarik kepala tempat tidur) |
|
Massa dapat digerakkan tanpa
tahanan |
Massa tidak bergerak
|
Massa dapat digerakkan
tanpa tahanan |
Massa berada di
parenkim payudara
|
Massa dapat digerakkan
tanpa tahanan |
Massa teraba ikut
bergerak
|
Massa dapat digerakkan
tanpa tahanan |
Massa menginfiltrasi
fascia otot pektoralis
|
Massa dapat digerakkan
tanpa tahanan |
Massa teraba
ikut bergerak
|
Massa tidak
dapat digerakkan
|
Massa menginfiltrasi
otot pektoralis
|
Massa tidak
dapat digerakkan
|
(tidak perlu dilakukan)
|
(tidak perlu dilakukan)
|
Massa menginfiltrasi
dinding dada |
|
|
|
|
(Gambar dikutip dari Manajemen Terkini Kanker Payudara Edisi 2 (2018)) |
Bila teraba benjolan pada KGB perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut apakah pembesaran atau nodul KGB tersebut terkait dengan adanya keganasan/ tidak. klik untuk masuk ke Skrining dan Pemeriksaan Payudara!
“Kapan anda
sebagai tenaga kesehatan harus merujuk pasien yang anda lakukan SADANIS?”
Jika anda menemukan kelainan payudara berupa:
Segera rujuk pasien untuk dilakukan tata laksana lebih lanjut di fasilitas pelayanan kesehatan lanjutan.
Prinsip penting: upayakan pembuktian atas kelainan payudara yang ditemukan apakah jinak atau ganas (bukan hanya menunggu atau berasumsi kelainan tersebut bukan masalah), terutama pada wanita yang berisiko tinggi.
Frekuensi Skrining Kanker
Payudara
Frekuensi skrining yang dituliskan di bawah ini adalah anjuran bagi negara dengan fasilitas mammografi cukup merata. Jika di negara berkembang seperti Indonesia, bagi area tanpa fasilitas mammografi, maka skrining dengan sensitivitas di bawahnya (SADANIS, USG payudara) dianjurkan untuk dilakukan lebih sering.3
Tabel
3. Rekomendasi Skrining
Mamografi pada Wanita dengan Risiko Kanker Payudara Sedang.3
Skrining
Mamografi |
ACR,
SBI, NCCN, NCBC, ASBrS |
American
Cancer Society |
U.S
Preventive Services Task Force, AAFP, ACP |
Usia inisiasi skrining |
Direkomendasikan pada usia
40 tahun |
Ditawarkan pada usia 40-44
tahun; direkomendasikan pada usia 45 tahun |
Keputusan individu dari
usia 40-49 tahun; skrining dimulai pada usia 50 tahun |
Interval skrining |
1 tahun sekali |
1 kali/tahun dari 40-54
tahun; setiap 1-2 tahun pada usia > 55 tahun |
2 tahun sekali |
Usia penghentian skrining |
Dilanjutkan asalkan pasien
sehat dan ingin melakukan skrining |
Dilanjutkan asal harapan
hidup >10 tahun atau lebih |
Berhenti pada usia 74
tahun; belum ada cukup bukti untuk dilakukan skrining pada usia >75
tahun |
Keterangan: ACR: American College of Radiology; SBI: Society of Breast Imaging; NCCN: National Comprehensive Cancer Center Network; NCBC: National Consortium of Breast Cancer; ASBrS: American Society of Breast Surgeons; AAFP: American Academy of Family Physicians; ACP: American College of Physicians
Tabel 4. Rekomendasi Skrining Mamografi pada Wanita dengan
Risiko Kanker Payudara Tinggi.3
Organisasi dan Indikasi |
Interval |
American College of Radiology, 2018 |
|
Risiko 20% atau lebih |
Setiap tahun, dimulai saat
usia 30 tahun |
Karier mutasi genetik dan keturunan
pertama dari keluarga yang belum menjalani uji genetik |
Setiap tahun, dimulai saat
usia 30 tahun |
Radiasi pada area dada sebelum usia 30
tahun |
Setiap tahun, dimulai saat
usia 25 tahun atau 8 tahun setelah paparan radiasi, pilih yang lebih lama |
Riwayat kanker payudara <50 tahun |
Setiap tahun |
Riwayat kanker payudara dan dense
breasts |
Setiap tahun |
Riwayat atipikal atau LCIS |
Setiap tahun |
American Society of
Breast Surgeons, 2019 |
|
Kerentanan herediter dari mutasi genetik |
Setiap tahun, dimulai saat
usia 30 tahun |
Paparan radiasi pada usia 10-30 tahun |
Setiap tahun, dimulai saat
usia 30 tahun |
Risiko >20% dengan model apapun |
Setiap tahun, dimulai saat
usia 35 tahun |
Riwayat kanker payudara keluarga kuat |
Setiap tahun, dimulai saat
usia 35 tahun |
Riwayat kanker payudara >50
tahun dengan nondense breasts |
Setiap tahun |
Riwayat kanker payudara <50 tahun atau
dengan dense breasts |
Setiap tahun |
American Cancer
Society, 2007 |
|
Risiko tinggi (risiko
>20%) |
|
Karier BRCA1 dan BRCA2 dan keturunan
pertama dari keluarga yang belum menjalani uji genetik |
Setiap tahun, dimulai saat
usia 30 tahun |
Radiasi pada area dada pada usia 10-30
tahun |
Setiap tahun, dimulai saat
usia 30 tahun |
Mutasi genetik spesifik |
Setiap tahun, dimulai saat
usia 30 tahun |
Risiko sedang (risiko
15-20%) |
|
Riwayat atipikal atau LCIS |
Setiap tahun, dimulai saat
usia 30 tahun |
Dense breasts |
Setiap tahun, dimulai saat
usia 30 tahun |
Riwayat personal kanker payudara |
Setiap tahun, dimulai saat
usia 30 tahun |
Keterangan: LCIS: lobular carcinoma in situ
Tabel
5. Rekomendasi Skrining MRI
Tambahan pada Wanita dengan Risiko Kanker Payudara Tinggi.3
Organisasi dan Indikasi |
Interval |
American College of Radiology, 2018 |
|
Risiko 20% atau lebih |
MRI setiap tahun, dimulai
saat usia 25-30 tahun |
Karier mutasi genetik dan
keturunan pertama dari keluarga yang belum menjalani uji genetik |
MRI setiap tahun, dimulai
saat usia 25-30 tahun |
Radiasi pada area dada
sebelum usia 30 tahun |
MRI setiap tahun, dimulai
saat usia 25-30 tahun |
Riwayat kanker payudara
<50 tahun |
MRI setiap tahun |
Riwayat kanker payudara
dan dense breasts |
MRI setiap tahun |
Riwayat atipikal atau LCIS |
Pertimbangkan MRI setiap
tahun terutama jika terdapat faktor risiko lain |
American Society of
Breast Surgeons, 2019 |
|
Kerentanan herediter dari
mutasi genetik |
MRI setiap tahun, dimulai
saat usia 25 tahun |
Paparan radiasi pada usia
10-30 tahun |
MRI setiap tahun, dimulai
saat usia 25 tahun |
Risiko >20% dengan
model apapun |
MRI setiap tahun, dimulai
saat usia 35 tahun |
Riwayat kanker payudara
keluarga kuat |
MRI setiap tahun, dimulai
saat usia 35 tahun |
Riwayat kanker payudara >50
tahun dengan nondense breasts |
MRI setiap tahun |
Riwayat kanker payudara
<50 tahun atau dengan dense breasts |
Tidak ada rekomendasi
untuk dilakukan/tidak dilakukannya MRI |
American Cancer Society,
2007 |
|
Risiko tinggi (risiko
>20%) |
MRI setiap tahun |
Karier BRCA1 dan BRCA2 dan
keturunan pertama dari keluarga yang belum menjalani uji genetik |
|
Radiasi pada area dada
pada usia 10-30 tahun |
|
Mutasi genetik spesifik |
|
Risiko sedang (risiko
15-20%) |
Tidak ada rekomendasi
untuk dilakukan/tidak dilakukannya MRI |
Riwayat atipikal atau LCIS |
|
Dense breasts |
|
Riwayat personal kanker
payudara |
|
Keterangan: LCIS: lobular
carcinoma in situ
Referensi:
1. What Is Breast Cancer Screening? [Internet]. Cdc.gov. 2020 [cited 10
April 2021]. Available from:
https://www.cdc.gov/cancer/breast/basic_info/screening.htm
2. Breast Cancer Screening Guidelines for Women [Internet]. Cdc.gov. 2021
[cited 10 April 2021]. Available from: https://www.cdc.gov/cancer/breast/pdf/breast-cancer-screening-guidelines-508.pdf
3.
Monticciolo D, Newell M, Moy L, Niell B, Monsees B, Sickles E. Breast Cancer
Screening in Women at Higher-Than-Average Risk: Recommendations From the
ACR. Journal of the American College of Radiology. 2018;15(3):408-14.
4. Shah TA, Guraya SS. Breast cancer screening programs:
Review of merits, demerits, and recent recommendations practiced across the
world. J Microsc Ultrastruct [serial online] 2017 [cited 2021 Apr
11];5:59-69. Available from: https://www.jmau.org/text.asp?2017/5/2/59/224948
5. Kolak A,
Kamińska M, Sygit K, Budny A, Surdyka D, Kukiełka-Budny B. Primary and
secondary prevention of breast cancer. Annals of Agricultural and Environmental
Medicine. 2017;24(4):549-53.
6. Larson K, Cowher M, O'Rourke C, Patel M, Pratt D. Do
Primary Care Physician Perform Clinical Breast Exams Prior to Ordering a
Mammogram?. The Breast Journal. 2015;22(2):189-93.7. Montero A. Detecting
Cancer: Breast Cancer Pearls for Primary Care Physicians [Internet]. Consult
QD. 2017 [cited 17 April 2021]. Available from: https://consultqd.clevelandclinic.org/detecting-cancer-breast-cancer-pearls-for-primary-care-physicians/
8.
Cardoso F, Kyriakides S, Ohno S, Penault-Llorca F, Poortmans P, Rubio I
et al. Early breast cancer: ESMO Clinical Practice Guidelines for diagnosis,
treatment and follow-up. Annals of Oncology. 2019;30(8):1194-1220.
9. Ray K, Joe B, Freimanis R, Sickles E,
Hendrick R. Screening Mammography in Women 40–49 Years Old: Current Evidence.
American Journal of Roentgenology. 2018;210(2):264-70.
10. Breast Cancer in Young Women (Under
40) [Internet]. Cleveland Clinic. 2019 [cited 17 April 2021]. Available from: https://my.clevelandclinic.org/health/articles/16805-breast-cancer-in-young-women#:~:text=In%20general%2C%20screening
%20mammograms%20are,affected
11. Committee on Practice
Bulletins–Gynecology, Committee on Genetics, Society of Gynecologic Oncology.
Practice bulletin No. 182: Hereditary breast and ovarian cancer syndrome.
Obstetrics and Gynecology 2017;130(3):e110–26
12. Siu AL; U.S. Preventive Services Task
Force. Screening for breast cancer: U.S. Preventive Services Task Force recommendation
statement. Annals of Internal Medicine 2016;164(4):279–96.
13.
Breastcancer.org. Mammogram results: breast imaging reporting and database
system (BI-RADS) [Internet]. June 2019 [cited June 5, 2021]. Available from: https://www.breastcancer.org/symptoms/testing/types/
mammograms/results
14. Zonderland
H, Smithuis R. BI-RADS for Mammography and Ultrasound 2013. Updated version
[Internet]. Oct 2014 [cited June 5, 2021]. Available from:
https://radiologyassistant.nl/breast/bi-rads/bi-rads-for-mammography-and-ultrasound-2013#final-assessment-categories-bi-rads-0
15 Lee J.
Practical and illustrated summary of updated BI-RADS for ultrasonography.
Ultrasonography. 2017 Jan; 36(1):71-81.
16. Araujo K, Sarian L, Serra K, Keppke
H, Francisco J, Derchain S. Cysts within Otherwise Probably Benign Solid Breast
Masses and the Risk of Malignancy. Revista Brasileira de Ginecologia e
Obstetrícia / RBGO Gynecology and Obstetrics [Internet]. 2016 [cited 17 April
2021];38(04):170-6. Available from: https://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0100-72032016000400170
17. Rinaldi P, Ierardi C, Costantini M,
Magno S, Giuliani M, Belli P. Cystic Breast Lesions. Journal of Ultrasound in
Medicine. 2010;29(11):1617-26.
18. Radhakrishna S, Agarwal S, Parikh P, Kaur K,
Panwar S, Sharma S. Role of magnetic resonance imaging in breast cancer
management. South Asian Journal of Cancer [Internet]. 2018 [cited 17 April
2021];7(2):69-71. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5909298/#
:~:text=A%20breast%20MRI%
19. Wong T, Lo L, Fung P, Lai H, She H, Ng W.
Magnetic resonance imaging of breast augmentation: a pictorial review. Insights
into Imaging [Internet]. 2016 [cited 17 April 2021];7(3):399-410. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4877348/#
:~:text=Using%20differen
20. National Comprehensive Cancer
Network (NCCN). NCCN clinical practice guidelines in oncology: Genetic/familial
high-risk assessment—breast, ovarian and pancreatic cancer. Version
1.2021. http://www.nccn.org, 2020
21. Rosenthal
E, Evans B, Kidd J, Brown K, Gorringe H, van Orman M. Increased Identification
of Candidates for High-Risk Breast Cancer Screening Through Expanded Genetic
Testing. Journal of the American College of Radiology [Internet]. 2017 [cited
17 April 2021];14(4):561-8. Available from: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/
S1546144016310328
22. Løberg M, Lousdal M, Bretthauer M, Kalager M.
Benefits and harms of mammography screening. Breast Cancer Research.
2015;17(1).
23. Seely J. How Effective Is Mammography as a
Screening Tool?. Current Breast Cancer Reports. 2017;9(4):251-8.
24. Screening mammograms and their radiation risks
[Internet]. Breastscreen.health.wa.gov.au. 2021 [cited 17 April 2021].
Available from: https://www.breastscreen.health.wa.gov.au/Breast-screening/Radiation
25. Vieira R, Biller G, Uemura G, Ruiz C, Curado M.
Breast cancer screening in developing countries. Clinics. 2017;72(4):244-253.
26. Rivera-Franco M, Leon-Rodriguez E. Delays in
Breast Cancer Detection and Treatment in Developing Countries. Breast Cancer:
Basic and Clinical Research [Internet]. 2018 [cited 11 April
2021];12:117822341775267. Available from:
https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177
/1178223417752677#
27. Effect of screening by
clinical breast examination on breast cancer incidence and mortality after 20
years: prospective, cluster randomised controlled trial in Mumbai. BMJ
[Internet]. 2021 [cited 11 April 2021];372:n256. Available from: https://www.bmj.com/content/372/bmj.n256
28. Ngan T, Nguyen N, Van Minh H, Donnelly M, O’Neill C. Effectiveness of
clinical breast examination as a ‘stand-alone’ screening modality: an overview
of systematic reviews. BMC Cancer [Internet]. 2020 [cited 11 April 2021];20(1).
Available from: https://bmccancer.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12885-020-07521-w#citeas
29. Gutnik L, Matanje-Mwagomba B, Msosa V, Mzumara
S, Khondowe B, Moses A. Breast Cancer Screening in Low- and Middle-Income
Countries: A Perspective From Malawi. Journal of Global Oncology [Internet].
2016 [cited 11 April 2021];2(1):4-8. Available from: https://ascopubs.org/doi/full/10.1200/jgo.2015.000430
Uji pengetahuanmu dengan kuis MammaSIP
Bagaimana Tenaga Kesehatan Menjawab HOAX yang Beredar
di Masyarakat Berdasarkan Studi-studi Terkini
1.
Apakah Konsumsi
Daging Merah dan Daging Olahan Dapat Menyebabkan Kanker?
Kesimpulan:
Asupan
daging merah yang berlebihan pada masa dewasa muda dapat meningkatkan risiko
kanker payudara. Batasi asupan daging merah yaitu sebanyak 2 porsi dalam 1
minggu (per porsi 3 ons). Konsumsi daging olahan tidak dianjurkan karena
meningkatkan risiko kanker payudara.
2. Apakah Konsumsi Kedelai Harus Dihindari Penderita Kanker Payudara?
Kesimpulan:
Konsumsi produk kacang kedelai tidak berhubungan
dengan peningkatan risiko kanker payudara, adapun konsumsi kacang kedelai
mempunyai pengaruh terhadap pencegahan kanker payudara, penurunan angka
rekurensi serta mortalitas kanker payudara, serta menekan pertumbuhan kanker
payudara.
3. Apakah Makanan Berlemak Menyebabkan Kanker Payudara?
Kesimpulan:
Penderita kanker payudara dianjurkan untuk membatasi
asupan lemak jenuh. Asupan lemak jenuh berdampak negatif pada angka
kelangsungan hidup penderita kanker payudara.
4. Apakah Konsumsi Gula Meningkatkan Risiko Kanker Payudara?
Kesimpulan:
Konsumsi gula berlebih akan meningkatkan indeks massa
tubuh dan inilah yang akan meningkatkan risiko kanker payudara
5. Apakah Vitamin A Menurunkan Risiko Kanker Payudara?
Kesimpulan:
Konsumsi
vitamin A mempunyai dampak yang baik terhadap penurunan risiko kanker payudara
maupun pada ketahanan hidup penderita kanker payudara.
6. Apakah Vitamin C Menurunkan Risiko Kanker Payudara?
Kesimpulan:
Konsumsi vitamin C dalam dosis tinggi menurunkan
mortalitas kanker payudara, namun tidak memiliki efek prevensi. Vitamin C dosis
tinggi kemungkinan meningkatkan manfaat immunoterapi kanker.
7. Apakah Vitamin D Menurunkan Risiko Kanker Payudara?
Kesimpulan:
Defisiensi vitamin D merupakan salah satu faktor yang meningkatkan
risiko kanker payudara.
8. Apakah Vitamin E Menurunkan Risiko Kanker Payudara?
Kesimpulan:
Kecukupan vitamin E akan menurunkan risiko terkena
kanker payudara, namun tidak perlu meningkatkan asupan vitamin E. Sumber
vitamin E yang terbaik adalah dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari.
9. Apakah Asam Lemak Omega-3 dan Omega-6 Bermanfaat Untuk Kanker Payudara?
Kesimpulan:
Asupan asam lemak tak jenuh yang kaya akan omega-3
maupun omega-6 dapat menurunkan risiko kanker payudara salah satunya melalui
mekanisma inflammation resolving.
10. Apakah Konsumsi Kafein Meningkatkan Risiko Kanker Payudara?
Kesimpulan:
Konsumsi kafein dengan jumlah yang tidak melebihi
dosis yang dianjurkan mempunyai efek baik pada risiko kanker payudara maupun
angka ketahanan hidup.
11. Apakah Konsumsi Produk Organik Bermanfaat untuk Kanker Payudara?
Kesimpulan:
Konsumsi produk organik membantu menurunkan risiko
kanker payudara.
12. Apakah Paparan Pestisida Meningkatkan Risiko Kanker Payudara?
Kesimpulan:
Paparan pestisida dapat meningkatkan risiko kanker
payudara.
Kesimpulan:
Menyusui merupakan salah satu faktor yang menurunkan
risiko kanker payudara. Wanita yang tidak pernah menyusui memiliki risiko
terkena kanker payudara.
14. Apakah Penggunakan KB Hormonal Meningkatkan Risiko Kanker Payudara?
Kesimpulan:
Penggunaan kontrasepsi hormonal terutama dalam jangka
panjang meningkatkan risiko kanker payudara.
15. Apakah Penggunaan Deodoran Meningkatkan Risiko Kanker Payudara?
Kesimpulan:
Penggunaan deodoran tidak meningkatkan risiko kanker
payudara.
16. Apakah Penggunaan Telepon Seluler Meningkatkan Risiko Kanker Payudara?
Kesimpulan:
Masih perlu studi yang lebih banyak mengenai efek
penggunaan telepon seluler terhadap risiko kanker payudara. Namun cukup banyak
studi yang mengungkapkan dugaan dampak risiko penggunaan telepon elektronik
terhadap kanker payudara, sehingga dianjurkan untuk membatas penggunaanya
terutama pada penderita kanker payudara.
17. Apakah Obesitas Meningkatkan Risiko Kanker Payudara?
Kesimpulan:
Obesitas berhubungan dengan peningkatan faktor risiko
kanker payudara.
18. Apakah Penggunaan Bra Meningkatkan Risiko Kanker Payudara?
Kesimpulan:
Tidak terdapat bukti cukup untuk mengatakan bahwa
adanya hubungan antara durasi dan tipe bra yang dipakai dengan risiko kanker payudara.
Referensi: